Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

YLKI Minta Pemerintah Batalkan Wacana Sistem Dual Tarif pada KRL Commuterline Jabodetabek

YLKI meminta pemerintah membatalkan wacana sistem dual tarif pada KRL Commuterline Jabodetabek.

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Dewi Agustina
zoom-in YLKI Minta Pemerintah Batalkan Wacana Sistem Dual Tarif pada KRL Commuterline Jabodetabek
Istimewa
YLKI meminta pemerintah membatalkan wacana sistem dual tarif pada KRL Commuterline Jabodetabek. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah membatalkan wacana sistem dual tarif pada KRL Commuterline Jabodetabek.

Adapun aturan dual tarif itu memungkinkan masyarakat yang mampu untuk membayar lebih mahal biaya perjalanan, sedangkan untuk masyarakat yang masuk dalam kategori kurang mampu maka biaya perjalanan kereta akan tetap disubsidi.

"Terhadap wacana tersebut, kami berpendapat, sebebaiknya Menhub membatalkan wacana kebijakan untuk menerapkan dual tarif di dalam tarif Commuter Line/KRL," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi saat dikonfirmasi, Senin (2/1/2023).

Tulus menjelaskan alasan pihaknya meminta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membatalkan wacana dual tarif tersebut.

Baca juga: Anggaran PSO Kereta Api Tahun 2023 Rp 2,5 Triliun, Termasuk untuk KRL Jabodetabek

Setidaknya, Tulus mengungkapkan ada empat masalah dari wacana tersebut.

Pertama, ia melihat wacana dual tarif ini bermasalah secara pragmatis, khususnya dari sisi politik manajemen transportasi publik.

Berita Rekomendasi

"Subsidi untuk transportasi massal harus dilakukan, dan merupakan insentif untuk para pengguna kendaraan pribadi yang migrasi ke KRL," tuturnya.

Kemudian yang kedua ialah mekanisme dual tarif ini tidak lazim dalam sistem transportasi masal manapun di dunia.

Keempat bahwa sistem dual tarif ini secara operasional sulit diimplementasikan.

Sebab menurut Tulus, akan sangat sulit untuk menentukan mana konsumen mampu/kaya, dan mana konsumen tidak mampu.

"Sistem dual tarif jika diterapkan merupakan suatu kemunduran (setback) yang cukup serius," ucap Tulus menjelaskan alasan kelima.

Ia justru menilai bahwa hal yang lebih rasional adalah dengan melakukan review tarif eksisting KRL Jabodetabek.

Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan YLKI terkait potensi kenaikan tarif KRL Rp 2.000 per 25 km pertama.

Baca juga: Singgung Subsidi Terlalu Besar hingga Pemerataan, Pengamat Respons Positif Wacana Kenaikan Tarif KRL

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas