Badai PHK Perusahaan Teknologi Makin Dahsyat, Amazon dan Salesforce Akan Pecat Belasan Ribu Karyawan
Badai PHK bagi perusahaan teknologi pada 2023 ini nampaknya bukannya berkurang, tapi malah tambah dahsyat.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON -- Badai PHK bagi perusahaan teknologi pada 2023 ini nampaknya bukannya berkurang, tapi malah tambah dahsyat.
Dua perusahaan teknologi Amazon dan Salesforce yang berbasis di Amerika Serikat telah mengofirmasi bakal memangkas tenaga kerjanya.
Pemangkasan dilakukan hingga mendekati level jumlah karyawan pada awal pandemi Covid-19.
Berdasarkan data yang dihimpun perusahaan konsultan Challenger, Gray & Christmas Inc, PHK perusahaan teknologi pada bulan November 2022 mencapai 52.771.
Baca juga: Perppu Cipta Kerja: Pengusaha Dilarang PHK Karyawan dengan Alasan Ini
Ini adalah pemangkasan bulanan tertinggi di industri sejak konsultan ini memulai riset data tenaga kerja pada 2000.
Sementara pemangkasan karyawan yang sudah direncanakan sejumlah perusahaan tahun ini telah mencapai 80.978 pegawai.
Kondisi mobilitas yang sulit saat pandemi Covid-19 muncul pada awal 2020, perusahaan teknologi diuntungkan dari ledakan belanja online dan skema work from home (WFH). Ini kemudian memicu perusahaan teknologi melakukan perekrutan besar-besaran.
Namun, kini kondisinya sudah berubah. Sejumlah perusahaan teknologi baru-baru ini melaporkan pendapatan meleset dari target dan membuat kinerja sahamnya anjlok. Diantaranya Alphabet Inc, Meta Platform Inc, Microsoft Corp dan yang lainnya.
Amazon Inc dan Salesforce memiliki prospek lebih buruk lagi. Pasalnya, kedua perusahaan ini telah merencanakan pemangkasan karyawan lebih banyak lagi pada awal 2023.
Amazon melakukan PHK lebih dari 18.000 karyawan. Jumlah ini lebih besar dari rencana sebelumnya. Sebagian besar dari divisi ritel dan HRD. Salesforces juga akan PHK sekitar 10 persen karyawan.
Perusahaan teknologi lainnya seperti Apple, Chime Financial hingga HP Inc juga lakukan hal sama.
Amazon akan memberhentikan lebih dari 18.000 karyawan sebagai dampak dari memburuknya kondisi ekonomi global belakangan ini. Itu lebih tinggi dari angka yang direncanakan sebelumnya yakni 10.000.
CEO Amazon Andy Jassy dalam memo yang dibagikan ke karyawan mengatakan pekerja yang terdampak kebijakan PHK tersebut, termasuk di antaranya HRD dan toko Amazon.
Baca juga: Perusahaan Induk Tiktok Lakukan PHK, Pecat Ratusan Karyawan di Kantor China
Informasi lengkap soal siapa saja yang terkena PHK akan disampaikan pada 18 Januari mendatang.
"Perubahan ini akan membantu Amazon mengejar peluang jangka panjang dengan struktur biaya yang lebih kuat," tulis Jassy seperti dikutip Bloomberg, Kamis (5/1).
Salesforce
Sebelumnya, perusahaan perangkat lunak berbasis cloud Salesforce Inc berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 10 persen tenaga kerjanya dan menutup beberapa kantornya.
PHK dan penutupan kantor tersebut merupakan bagian dari rencana restrukturisasi perusahaan, menurut keterangan yang diumumkan Salesforce pada Rabu (3/1/2023).
Perusahaan yang berbasis di San Francisco, Amerika Serikat ini mempekerjakan lebih dari 79.000 pekerja per Desember 2022. Dengan demikian, karyawan yang bakal kena PHK sebanyak 7.900 orang.
Dalam surat yang dikirim kepada karyawan perusahaan, co-CEO Salesforce Marc Benioff mengatakan, pelanggan Salesforce saat ini lebih mempertimbangkan dalam membelanjakan uangnya mengingat kondisi ekonomi makro yang menantang.
Resesi ekonomi yang membuat Salesforce membuat keputusan yang sangat sulit untuk memberhentikan pekerja.
Baca juga: Perusahaan Induk Tiktok Lakukan PHK, Pecat Ratusan Karyawan di Kantor China
“Saya telah banyak berpikir tentang bagaimana kami sampai pada momen ini. Saat pendapatan kami dipercepat melalui pandemi, kami mempekerjakan terlalu banyak orang yang mengarah ke penurunan ekonomi yang sekarang kami hadapi, dan saya bertanggung jawab untuk itu,” kata Benioff, yang dikutip dari CNBC.
Salesforce mempekerjakan karyawan secara agresif selama pandemi COVID-19. Pada Desember, dilaporkan jumlah karyawan telah meningkat 32 persen sejak Oktober 2021 untuk memenuhi permintaan layanan yang lebih tinggi dari pelanggannya.
Sekarang, seperti banyak perusahaan teknologi besar lainnya Salesforce berupaya memangkas biaya karena bersaing dengan pertumbuhan pendapatan yang melambat dan ekonomi yang melemah.