Ekonom Senior Faisal Basri: Deindustrialisasi Mengancam Sektor Manufaktur Indonesia
Industri manufaktur Indonesia kini tengah mengalami gejala dini deindustrialisasi.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan, industri manufaktur Indonesia kini tengah mengalami gejala dini deindustrialisasi.
Kata Faisal Basri, gejala tersebut dilihat berdasarkan pertumbuhan industri manufaktur selalu lebih rendah dari produk domestik bruto (PDB) atau nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi.
"Jadi ada semacam gejala dini deindustrialisasi. Sektor industri manufaktur kita mengalami perlambatan sebelum waktunya, sebelum mencapai titik optimum nya," kata Faisal Basri dalam Diskusi Publik Indef, Kamis (5/1/2023).
Menurut Faisal, peran industri manufaktur terhadap PDB menurun tajam atau di angka 29 persen dan sebesar 18,3 persen di triwulan III tahun 2022.
Kata dia, industri manufaktur yang lemah berdampak pada lapisan buruh dari masyarakat kelas menengah menjadi relatif sedikit buruk atau formal.
"Akibatnya apa karena struktur manufakturnya juga lemah menyebabkan yang kita bisa jual keluar juga terbatas manufakturnya," tutur dia.
Terakhir, Faisal menuturkan, melemahnya industri manufaktur itu dilihat juga dari jenis industri makanan dan minuman (Mamin) yang berkontribusi hampir 40 persen dari total industri manufaktur nonmigas.
Sedangkan industri kimia, farmasi dan herbal lebih tinggi 10 persen yaknk menyumbang 50 persen dari total industri manufaktur nonmigas.
Baca juga: Daya Beli Melemah, Industri Manufaktur Asia Merosot Hingga di Bawah 50 Persen
"Dua industri ini menyumbang relatif sedikit dan ditengah semua sektor sudah positif. Jadi Pelemahan industri terjadi ," kata Faisal Basri.
"Manufaktur nya itu less diversified jadi industri kita melambat, kemudian sangat bergantung pada segelintir subsektor industri. Jadi itu tadi, pondasinya jadi lemah juga ke ekonomi dari politik yang lemah," lanjutnya.