AESI: Perubahan Permen PLTS Atap Berpotensi Lemahkan Minat Pasar Residensial
Proyek Strategis Nasional (PSN) PLTS atap dengan target 3,6 GW pada tahun 2025 mensyaratkan adanya partisipasi masyarakat.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menyoroti usulan perubahan Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang IUPTL untuk Kepentingan Umum.
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa mengatakan, perubahan ini dimaksudkan untuk menjawab kendala-kendala pemasangan PLTS atap yang terjadi dalam setahun terakhir sejak peraturan menteri tersebut resmi dikeluarkan.
Kata Fabby, usulan itu diantaranya tidak ada pembatasan kapasitas PLTS atap maksimum 100 persen daya terpasang melainkan berdasar kuota sistem, ekspor listrik ditiadakan (tidak lagi dihitung sebagai pengurang tagihan), biaya kapasitas untuk pelanggan industri dihapuskan (tidak lagi 5 jam), dan aturan peralihan untuk pelanggan eksisting diberlakukan dalam jangka waktu tertentu.
Dia mengatakan, usulan dalam revisi tersebut menimbulkan kepentingan dari pemerintah dan PLN.
"Revisi ini sepertinya merupakan titik temu kepentingan pemerintah dengan PLN dan sangat mengakomodasi kepentingan PLN untuk menurunkan potensi ekspor listrik dari pengguna PLTS akibat regulasi net-metering karena kondisi overcapacity," kata Fabby dalam keterangannya, dikutip Jumat (6/1/2023).
Fabby berujar, Proyek Strategis Nasional (PSN) PLTS atap dengan target 3,6 GW pada tahun 2025 dan pencapaian target energi terbarukan 23 persen justru mensyaratkan adanya partisipasi masyarakat.
Kata dia, dengan pangsa pasar 20 persen saja untuk pelanggan golongan R2 dan R3 (3.500 VA ke atas), potensi konsumsi bagi 400.000 rumah tangga di seluruh Indonesia, atau setara dengan 1,2 GWp PLTS atap jika masing-masing memasang minimal 3 kWp.
Baca juga: Operasikan PLTS Atap di Pabrik Tepung Terigu, Bungasari Hemat Pengeluaran Hingga Rp3 Miliar
"Dengan potensi penggunaan tersebar di berbagai kota di Indonesia, pasar PLTS atap residensial juga berkontribusi pada terbukanya lapangan kerja hijau, misalnya teknisi dan pemasang, dan tumbuhnya UMKM pemasang PLTS atap," ucap dia.
"Jika revisi Permen terbaru disahkan dengan klausul usulan saat ini, pertumbuhan dan peluang usaha hijau ini tentunya akan terhambat," sambungnya.
Baca juga: IESR: Harga PLTS Atap Makin Murah, Bisa Digunakan untuk Perumahan
Lebih lanjut, Fabby berujar, sejak Januari 2022 pembatasan kapasitas PLTS atap 10 sampai 15 persen, terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Pembatasan kapasitas itu dari beragam pelanggan, baik residensial dalam skala kilowatt hingga ke pelanggan industri dengan kapasitas dalam skala megawatt.
Untuk itu, Fabby menegaskan, pembatasan kapasitas ini tidak sesuai dengan ketentuan Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 (maksimum 100 persen) dan menurunkan minat calon pelanggan untuk menggunakan PLTS atap.
"Dalam usulan perubahan substansi Permen tersebut, pembatasan kapasitas hingga 100 persen tidak akan diberlakukan kembali melainkan didasarkan pada sistem kuota per sistem dan bersifat first come, first serve," ujar dia.
Baca juga: Meningkat 25 Persen, Pengguna PLTS Atap Capai Angka 5.800
Selain itu, Fabby mengkritik perubahan pembatasan kapasitas yang terjadi di lapangan perlu diperjelas, terutama dalam kaitannya dengan rencana pengembangan energi terbarukan di daerah.
"Peniadaan net-metering dengan penghapusan ekspor listrik ke jaringan PLN yang berlaku untuk semua kategori pelanggan tanpa terkecuali akan berdampak besar pada pasar residensial (rumah tangga)," tutur dia.
"AESI dan IESR merekomendasikan net-metering tetap diberlakukan untuk pelanggan residensial dengan perhitungan ekspor-impor yang dapat didiskusikan kemudian," lanjutnya.