Dinilai Kurang Berkontribusi, PB HMI Desak Pemerintah Tak Perpanjang Kontrak Karya PT Vale Indonesia
Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) mendesak pemerintah untuk tidak memperpanjang kontrak karya PT Vale Indonesia. Berikut alasannya.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) mendesak pemerintah untuk tidak memperpanjang kontrak karya PT Vale Indonesia.
PB HMI menilai perusahaan yang bergerak dalam hilirisasi nikel ini tidak mampu memberikan kontribusi besar untuk kepentingan dalam negeri.
Hal tersebut terbukti dari hasil produksi setiap tahunnya yang angka sangat kecil serta serapan tenaga kerja sangat minim.
"Sejak tahun 1968 perusahaan ini beroperasi di tiga provinsi yang tersebar di Pulau Sulawesi, tapi angka produksinya sangat kecil, serapan tenaga kerjanya juga sangat minim."
"Ini sangat jauh bila dibandingkan dengan Investasi pengembangan industri yang diberikan pemerintah terhadap China dan swasta lainnya dalam negeri, mereka sangat serius dalam mengelolah nikel dan serapan tenaga kerjanya mencapai puluhan hingga ratusan ribu," urai Ketua PB HMI Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba, Muhamad Ikram Pelesa kepada Tribunnews.com, Selasa (10/1/2023).
Oleh karenanya, Ikram meminta Kontrak Karya (KK) PT Vale Indonesia yang akan berakhir pada tahun 2025 dinilai tidak pantas untuk diperpanjang oleh pemerintah.
Baca juga: Gandeng Huayou, Vale Akan Produksi 60 Ribu Ton Olahan Bijih Nikel per Tahun
Masih menurut Ikram, dari total konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diberikan pemerintah kepada perusahaan tersebut, hanya mampu mengelolah 7,37 persen selama 54 tahun beroperasi.
Walaupun telah beroperasi selama puluhan tahun, perusahaan tersebut diketahui masih berada pada fase eksplorasi dan belum melakukan kegiatan penambangan di dua wilayah IUP konsesinya, yakni Provinsi Sulawesi Tengah dan Tenggara.
"Selama 54 tahun PT Vale Indonesia beroperasi di Indonesia, dari total konsesi yang dimilikinya yaitu 118.000 Ha, untuk Sulsel saja dari total 70.566 hektar yang baru dikelola hanya 16.000 Ha."
"Sementara untuk 2 provinsi lainnya masih berada pada fase eksplorasi belum melakukan kegiatan penambangan, artinya ini namanya tidak produktif. Sehingga manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat dan pemerintah daerah," lanjut Ikram.
Ia juga mencatat bahwa serapan tenaga kerja PT Vale Indonesia tidak sebanding dengan luasan konsesi IUP Kontrak Karya yang dimilikinya.
Saat ini jumlah pekerja PT Vale Indonesia baru mencapai 9.000 orang, dengan rincian 3.000 pekerja merupakan karyawan tetap dan 6.000 orang hanya merupakan karyawan outsourcing.
Ikram membandingkan dengan investasi kawasan industri dibeberapa daerah di Sulawesi yang hanya memiliki luasan 2.000 Ha, tapi serapan tenaga kerjanya di atas 20.000 orang.
"Coba dilihat serapan tenaga kerjanya, sangat tidak sebanding dengan luasan IUP KK nya, perusahaan ini hanya bisa menyerap 9.000 karyawan dengan perbandingan 3.000 karyawan tetap dan 6.000 outsourcing."
"Ini sangat jauh beda dengan swasta lainnya, contohnya PT IMIP. Mereka hanya diberi 2.000 Ha untuk bangun smelter tapi serapan tenaga kerjanya di atas 20.000 orang. Hal ini nampak jelas bahwa perusahaan ini tidak membawa misi penekanan angka pengangguran, jadi tidak layak untuk dipertahankan," tutur Ikram.
Baca juga: Sosok Febriany Eddy, CEO Vale Indinesia yang Masuk Daftar Most Powerful Women
Lebih lanjut, Ikram menguraikan tingkat produksi nikel PT Vale Indonesia kian menyusut.
Perusahaan tersebut hanya mampu memproduksi nikel sejumlah 13.827 ton pada kuartal I-2022, atau turun 9 persen dibandingkan periode sama tahun 2021 sebesar 15.198 ton.
Sementara salah satu pengembang smelter, yakni PT IMIP mampu memproduksi nikel sejumlah 240.000 ton setiap tahunnya.
"Jika dilihat produksi nikel perusahaan ini disetiap tahunnya yang mengalami penyusutan, pemerintah seharusnya tidak lagi memiliki pertimbangan untuk memperpanjang Kontrak Karya perusahaan tersebut."
"Ini sangat mubazir, dibeberapa smelter tingkat produksinya sudah mencapai 240.000 ton setiap tahunnya."
"Kami khawatir penguasaan wilayah cadangan nikel PT Vale Indonesia ke depan justru mengganggu target pemerintah dalam hilirisasi nikel," ucap Ikram.
Ikram kembali meminta pemerintah untuk tidak memperpanjang kontrak karya PT Vale Indonesia, dan menyarankan untuk menyerahkan wilayah konsesi IUP Kontrak Karya perusahaan tersebut kepada daerah atau pihak swasta yang mempunyai komitmen tinggi dalam sukses hilirasi nikel dalam negeri
"Untuk itu, kami meminta pemerintah tidak memperpanjang kontrak karya PT Vale Indonesia."
"Selanjutnya, dalam semangat hilirisasi, kami menyarankan pemerintah untuk menyerahkan wilayah konsesi IUP Kontrak Karya PT Vale Indonesia kepada daerah atau swasta yang mempunyai komitmen tinggi dalam sukses hilirasi nikel dalam negeri," tutupnya.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.