Ekonom Mandiri Sekuritas Sebut Utang Indonesia Aman Saat 63 Negara Terlilit Utang
Leo melihat, sejauh ini harga komoditas yang stabil turut menjadi pendorong tercapainya target defisit fiskal dari pemerintah.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Mandiri Sekuritas, Leo Putra Rinaldy menyampaikan, utang Indonesia disebut stabil meski 63 negara sudah terlilit utang sebagai dampak dari ketidakpastian perekonomian global.
Menurut dia, hal tersebut dilihat berdasarkan kebijakan fiskal dari peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) oleh pemerintah Indonesia.
"Bottom line-nya (utang) kita tidak red flag. Menurut saya kondisi debt kita masih tergolong manageable. Indikator bisa kita lihat dari PDB pemerintah kita, itu meningkat," kata Leo kepada wartawan, di Menara Mandiri II, Jakarya, Selasa (10/1/2023).
Baca juga: Menteri BUMN Erick Thohir Dinilai Hadirkan Solusi Ekonomi Kerakyatan
Leo melihat, sejauh ini harga komoditas yang stabil turut menjadi pendorong tercapainya target defisit fiskal dari pemerintah.
"Kalau kita lihat, target fiskal defisit kita di bawah 3 persen sudah tercapai lebih cepat dari target tahun depan (2024). Ada impact commodity prices yang stabil, sehingga ke depannya posisi utang RI hanya akan lebih membaik," ujar dia.
Namun demikian, Leo memaparkan yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah adalah meningkatkan Tax Ratio untuk mencapai ruang fiskal kedepannya.
"Bagusnya, pemerintah dan DPR sudah lakukan breakthrough lewat HPP, itu akan bantu perkembangan tax reform kita, jadi itu menurut saya harus di-push," tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2023 diprediksi hanya sebesar 2,7 persen oleh Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF). Untuk itu, dia menegaskan Indonesia harus waspada.
Kewaspadaan itu juga turut tergambar dari prediksi IMF yang menyatakan bahwa, sepertiga ekonomi dunia 30 persen atau 40 persen dari perekonomian negara-negara akan mengalami resesi.
Angka tersebut kian menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya. Sri Mulyani mengatakan, pada tahun 2021 IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi dunia mencapai 6 persen, tahun 2022 turun menjadi 3,2 persen dan di tahun 2023 hanya 2,7 persen.
Terlebih, saat ini sudah tercatat 63 negara di dunia sedang mengalami kondisi keuangan yang sulit bahkan terlilit hutang.
Baca juga: Sejumlah Mantan Pejabat Tinggi Negara Maju Takut-takuti Bahaya Resesi Ekonomi di 2023
"Diakui di dalam statistik lebih dari 63 negara di dunia yang dalam kondisi utangnya mendekati atau sudah tidak sustainable," kata Sri Mulyani dalam acara CEO Banking Forum yang berlangsung secara virtual, Senin (9/1/2023).
Sri Mulyani mengatakan, sejumlah negara Asean juga tengah menderita kondisi perekonomian yang sulit, diantaranya, Bangladesh, Sri Lanka dan Pakistan yang menjadi pasien IMF.
"Jadi hal ini menjadi satu kewaspadaan. 2023 memang prediksi dari lembaga global mengenai dunia kurang menggembirakan, tidak hanya inflasi dan kemungkinan resesi dan kemungkinan juga ada masalah dengan debt sustainability di berbagai negara," ujar dia.
Untuk itu, Ani menegaskan, perekonomian di tahun 2023 perlu diwaspadai ditengah ketidakpastian ekonomi global yang diprediksikan IMF.
"Jadi dunia tahun 2023 ini pada saat harus menjinakkan inflasi dan dipaksa dengan menaikkan suku bunga pada saat debt stocknya tinggi pasti akan memberikan dampak tidak hanya resesi. Tapi kemungkinan terjadinya diberbagai negara yang sekarang utangnya sangat tinggi mengalami kemungkinan debt crisis," ungkapnya.