Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Logam Tanah Jarang, Harta Karun yang Ditemukan Swedia

Penemuan tersebut diklaim sebagai cadangan oksida logam tanah jarang atau rare earth oxides terbesar di Eropa

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Logam Tanah Jarang, Harta Karun yang Ditemukan Swedia
Wikipedia
Mineral logam langka 

Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
 
TRIBUNNEWS.COM, HONG KONG - Perusahaan tambang milik Pemerintah Swedia, Luossavaara-Kiirunavaara Aktiebolag (LKAB), menemukan cadangan oksida tanah jarang di utara negara itu.

Penemuan tersebut diklaim sebagai cadangan oksida logam tanah jarang atau rare earth oxides terbesar di Eropa, yang dapat mengurangi ketergantungan benua itu dengan China untuk sumber daya kritikal tersebut.

Melansir dari CNN, mineral tanah jarang memainkan peran kunci dalam menghasilkan energi bersih serta memproduksi kendaraan listrik dan barang- barang elektronik. China tercatat menyumbang 60 persen dari produksi global sumber energi tersebut, menurut US Geological Service .

LKAB telah mengidentifikasi lebih dari satu juta ton oksida tanah jarang di daerah Kiruna, yang terletak di ujung utara Swedia, kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan pada Kamis (12/1/2023).

Lantas, apa itu tanah jarang yang terkenal penting untuk industri teknologi sehingga menjadi rebutan banyak orang ?

Pengertian Tanah Jarang

Logam tanah jarang (LTJ) atau Rare Earth Element adalah kumpulan dari 17 unsur kimia, yaitu scandium (Sc), lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu) dan yttrium (Y).

Berita Rekomendasi

Meskipun disebut sebagai logam langka, namun logam-logam ini cukup melimpah jumlahnya di kerak bumi.

Baca juga: Gali Potensi Logam Tanah Jarang, Analis Sarankan Pemerintah Berguru ke China

Meski begitu, logam langka ditemukan pada kondisi yang sangat tersebar dan sedikit yang ditemukan dalam jumlah banyak, sehingga nilai ekonominya kecil. Sumber-sumber cadangan logam langka yang banyak dan bernilai ekonomis biasanya menyatu menjadi mineral tanah jarang.

Mineral pertama yang ditemukan adalah gadolinit, senyawa kimia yang tersusun dari serium, itrium, besi, silikon, dan unsur lainnya. Mineral ini diekstrak dari sebuah tambang di desa Ytterby, Swedia. Beberapa nama logam langka juga mendapatkan namanya dari lokasi tambang ini.

Sejarah Penemuan Logam Tanah Jarang

Kelompok logam ini pertama kali ditemukan pada 1787 oleh seorang letnan angkatan bersenjata Swedia bernama Carl Axel Arrhenius.

Arrhenius mengumpulkan mineral hitam ytterbit dari penambangan feldspar dan quartz kuarsa di dekat Desa Ytterby, Swedia. Kemudian, mineral ini berhasil dipisahkan oleh J. Gadoli pada 1794, dengan memperoleh mineral Ytterbit. Selanjutnya, nama mineral tersebut diganti menjadi gadolinit pada 1800.

Baca juga: Analis: Indonesia Mau Jadi Pemain Logam Tanah Jarang, tapi China Kuasai Pasar 95 Persen

Setelah penemuan gadolinit, kemudian menyusul  penelitian yang membuahkan penemuan unsur-unsur logam tanah jarang lainnya, seperti pada 1842 kimiawan Swedia Carl Gustaf Mosander memisahkan senyawa bernama yttria menjadi tiga macam unsur melalui pengendapan fraksional menggunakan asam oksalat dan hidroksida. Unsur tersebut adalah Yttria, Terbia dan Erbia.

Sehingga pada tahun 1842, ada 6 logam tanah jarang yang telah ditemukan, yaitu yttrium, cerium, lanthanum, didymium, erbium dan terbium.

Pemanfaatan Tanah Jarang

Logam Tanah Jarang mampu menghasilkan neomagnet, yaitu magnet yang memiliki medan magnet yang lebih baik daripada magnet biasa.

Sehingga memungkinkan munculnya perkembangan teknologi berupa penurunan berat dan volume speaker yang ada. Selain itu, juga memungkinkan munculnya dinamo yang lebih kuat sehingga mampu menggerakkan mobil.

Sehingga dengan adanya logam tanah jarang, juga memungkinkan munculnya mobil bertenaga listrik yang dapat digunakan untuk perjalanan jauh. 

Pemanfaatan logam tanah jarang digunakan juga pada pembuatan pelat armor, korek gas otomatis, lampu keamanan di pertambangan, perhiasan, cat, lem. Untuk instalasi nuklir, logam tanah jarang digunakan dalam detektor nuklir dan pengkounter, rod kontrol nuklir.

Lokasi Logam Tanah Jarang di Dunia dan di Indonesia

China merupakan penghasil Logam Tanah Jarang (LTJ) terbesar di dunia. Pasalnya, China memiliki endapan LTJ dalam bentuk primer berupa produk sampingan dari tambang bijih besi, dan sekunder berupa endapan aluvial dan endapan lateritik.

Logam Tanah Jarang juga ditemukan di Amerika Serikat, tepatnya di Mountain Pass AS, lalu Olympic Dam di Australia Selatan di mana pada 1980-an ditemukan cebakan raksasa yang mengandung sejumlah besar unsur-unsur tanah jarang dan uranium.

Logam Tanah Jarang juga tersebar di Rusia, Asia Selatan, Afrika bagian selatan dan Amerika Latin.

Menurut catatan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), logam tanah jarang tersebar di beberapa daerah di Indonesia, di antaranya adalah Provinsi Sumatera Utara sebanyak 19.917 ton.

Selanjutnya di Provinsi Bangka Belitung, dengan jumlah LTJ berupa monasit sebanyak 186.663 ton, lalu senotim sebanyak 20.734 ton. Kemudian di Kalimantan Barat terdapat LTJ Laterit  sebanyak 219 ton dan di Sulawesi Tengah LTJ Laterit 443 ton.

Jadi Bagian Persaingan AS dan China

Mengingat pentingnya dalam industri teknologi, tanah jarang juga menjadi salah satu front utama dalam persaingan AS dan China.

Amerika Serikat, yang telah lama mengandalkan China untuk impor mineral, berusaha memperkuat rantai pasokan domestiknya untuk tampil sebagai pemain global yang dominan.

Pada 2021, pemerintahan Joe Biden menargetkan tanah jarang, di antara prioritas rantai pasokan domestik lainnya, untuk mengurangi kerentanan industri ini terhadap ketegangan geopolitik antara dua negara adidaya tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas