Jokowi Tugaskan Menteri PUPR Perbaiki Infrastruktur Hingga Rumah Korban Pelanggaran HAM Berat
Kementerian PUPR memastikan para korban pelanggaran HAM berat juga bakal dibantu untuk pembangunan rumah jika memang itu dibutuhkan
Penulis: Reza Deni
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kawasan-kawasan yang menjadi lokasi pelanggaran HAM berat untuk dibantu kembali dalam hal perbaikan fasilitas dan sarana pra sarana.
"Presiden minta ini kawasan-kawasan (seperti) Aceh yang dulu jadi lokasi pelanggaran HAM berat apa yang perlu dibantu. Misalnya saja jalannya, irigasinya, air bersihnya, dan lain-lain," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (16/1/2023).
Dia mencontohkan beberapa wilayah yang akan dibenahi fasilitas dan sarana pra sarana, mulai dari Aceh hingga Maluku.
"Ya ini (untuk) 12 itu (peristiwa pelanggaran HAM berat). Nanti ada Inpres-nya ditujukan untuk 17 kementerian dan lembaga. Tugasnya akan disebutkan di situ, apa saja tugas masing-masing K dan L untuk mendukung penyelesaian non yudisial ini," kata dia.
Baca juga: Mahfud MD Terima Kasih ke PBB yang Apresiasi Pemerintah Soal Penyelesaian HAM Berat Masa Lalu
Meski demikian, Basuki memastikan para korban pelanggaran HAM berat juga bakal dibantu untuk pembangunan rumah jika memang itu dibutuhkan
"Di Maluku sudah kita bangunkan, di Talangsari kita sudah bangunkan jalannya. Di Aceh mungkin kita nanti irigasi. Di sana irigasinya bagus. Nanti kita bantu irigasinya," kata dia.
Soal peristiwa Semanggi I dan II, Basuki mengatakan pemerintah tengah merumuskan apa-apa saja yang akan dibantu pemerintah, termasuk soal sarana dan pra sarana.
"Mungkin ahli warisnya. Tapi lagi dirumuskan beliau. Itu tergantung inpresnya. Sudah ada petanya oleh Pak Menko (Mahfud MD). Dari inpres, nanti dituangkan dalam keppres nya untuk satgas pemantauan ada. Sehingga bisa dipantau perkembangannya pekerjaan satgas pemantauan," pungkasnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu. Presiden mengakui adanya pelanggaran HAM setelah menerima laporan akhir Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (11/1/2023).
“Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022,” katanya.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” katanya.
Sebelumnya negara belum pernah mengakui adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Presiden sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat tersebut. Peristiwa yang diakui sebagai pelanggaran HAM Berat diantaranya yakni:
1) Peristiwa 1965-1966,
2) Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
3) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
4) Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,
5) Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,
6) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,
7) Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999,
8) Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999,
9) Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999,
10) Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002,
11) Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan
12) Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.