Driver Ojol Tolak Pemberlakuan Jalan Berbayar di DKI Jakarta
Para pengemudi ojek online menolak pemberlakuan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) di sejumlah ruas jalan di DKI Jakarta.
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pengemudi ojek online menolak pemberlakuan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) di sejumlah ruas jalan di DKI Jakarta.
Hari ini ratusan massa driver ojol mendemo DPRD DKI Jakarta, Rabu, 25 Januari 2023.
Seperti diketahui Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewacanakan pemberlakuan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing alias ERP di sejumlah ruas jalan protokol untuk menekan angka kemacetan.
Total ada 25 ruas jalan di Jakarta yang akan menerapkan sistem ERP namun belum dirinci besaran tarif ERP yang akan diberlakukan jika aturan sudah resmi dijalankan.
Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Ismail datang menemui massa aksi pengemudi ojol juga dengan tegas menolak adanya sistem ERP meski saat ini ERP sedang dibahas di komisi yang dia pimpin yakni Komisi B.
Kendati demikian, Ismail mengatakan penolakan yang dia sampaikan bukan mewakili sikap Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, melainkan mewakili sikap Fraksi PKS di DPRD DKI Jakarta.
"Menyambung pernyataan sikap fraksi PKS di DPRD DKI Jakarta yang telah disampaikan beberapa waktu lalu, bahwa fraksi PKS DPRD DKI Jakarta dengan tegas menolak (ERP)," ucap Ismail di hadapan ratusan massa aksi ojol di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (25/1/2023).
"Saya ingin Pak Ismail dari Fraksi PKS dan ibu Wa Ode dari PDIP [Sekretaris Komisi B DKI Jakarta] kita ingin ada pernyataan resmi mewakilkan PKS dan Ibu Wa Ode PDIP," ucap salah satu orator.
"Bahwa fraksi PKS dan PDIP menolak dengan tegas rencana ERP, saya ingin ada pernyataan di depan teman-teman ojol," sambungnya.
Berbeda dengan Ismail, Wa Ode yang mendengar desakan dari orator ojol untuk menolak rencana ERP itu tak langsung menjawab tegas permintaan tersebut.
Wa Ode malah melontarkan jawaban yang terkesan berbelit. "PDI Perjuangan gimana maunya rakyat itu yang pasti diikuti, gitu aja. Merdeka," kata Wa Ode.
Baca juga: Unjuk Rasa Soal Sistem ERP, Massa Aksi Ojol: Kami Sudah Bayar Pajak, Masa Harus Bayar Jalan Lagi
Mendengar pernyataan itu, orator yang berada di atas mobil komando terlihat gusar dan tak merasa puas. Dia menuding Wa Ode memberi jawaban yang ambigu.
"Pernyataan yang tegas aja. Gini, kita kita tidak ingin bahasannya yang ambigu. Kalau ternyata rakyatnya entah yang mana terus pengen lanjut, ya lanjut bu," kata orator tersebut.
Namun pada akhirnya Wa Ode pun memberikan sikapnya usai mendapat desakan tersebut.
Ia lalu memutuskan untuk menolak sistem ERP sesuai dengan apa yang diinginkan oleh ratusan massa aksi ojol.
Baca juga: Tolak Sistem ERP, Pengemudi Ojol Aksi di Gedung DPRD DKI Jakarta: Rakyat Jelata Hanya Jadi Penonton
"Saya tanya, teman-teman semuanya menolak? Semua nolak? Baik, kita akan bantu tolak," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah orang yang tergabung dalam massa aksi pengemudi ojek online menggelar aksi penolakan kebijakan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (25/1/2023).
Aksi penolakan kebijakan ERP itu berdasarkan pantauan Tribunnews.com digelar sejak pukul 12.05 WIB dan dihadiri oleh ratusan orang dari berbagai elemen komunitas ojek online di wilayah Jabodetabek.
Dalam aksi itu terlihat peserta massa aksi juga membawa sejumlah atribut seperti bendera dan poster berisi berbagai tuntutan terkait penolakan dan protes mengenai kebijakan ERP tersebut.
"Wahai legislator Jakarta yang terhormat jangan pernah terbesit di pikiranmu berlakukan ERP jika masih berharap suara kami di (pemilihan umum) 2024," demikian tulisan yang berada dalam poster tersebut.
Satu unit mobil komando milik peserta aksi juga terlihat berada di depan Gedung DPRD DKI Jakarta itu.
Sementara itu, sayup sayup penolakan ERP juga terus dilontarkan oleh ratusan massa aksi di lokasi tersebut. "Tolak ERP, tolak ERP," ujar peserta massa aksi.
ERP Diklaim Bisa Atasi Kemacetan
Penerapan ERP di kota besar seperti DKI Jakarta diklaim bisa mengatasi kemacetan lalu lintas karena tingginya volume kendaraan yang melintas.
ERP sendiri merupakan metode jalan berbayar yang diberlakukan untuk pengguna kendaraan bermotor seperti mobil melewati jalan yang pada jalan tersebut sudah diterapkan teknologi ERP.
Menurut pengamat transportasi sekaligus Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta), Azas Tigor Nainggolan, penerapan ERP untuk memecah kemacetan.
"Terbukti kebijakan itu berhasil mengatasi memecahkan kemacetan di kotanya itu," tutur Azas, Rabu (11/1/2023).
Pemerintah DKI Jakarta saat ini tengah membahas peraturan terkait sistem jalan berbayar elektronik (ERP).
Aturan penerapan ERP tersebut, tercantum dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE).
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono mengatakan bahwa Raperda tersebut masih dalam proses.
"ERP kan sekarang masih dalam proses di DPRD, raperda namanya. Itu masih ada beberapa tahapan. Nanti dibahas di DPRD, diolah sesuai dengan kewenangannya masing-masing," ungkap Heru pada Rabu (11/1/2023).
Heru juga menjelaskan bahwa rencanaya Raperda akan disahkan pada 2023.
Dalam Raperda PLLE menyebutkan bahwa penerapan ERP akan dilakukan setiap hari mulai pukul 05.00 WIB-22.00 WIB.
Sementara dari usulan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, pengendara kendaraan yang melewati ERP akan dikenai tarif Rp 5.000-Rp 19.000.
Dalam Raperda PLLE, ERP akan diterapkan di 25 ruas jalan di Ibu Kota.
Ada 25 ruas jalan di Jakarta yang akan menerapkan sistem ERP. Berikut rinciannya:
1. Jalan Pintu Besar Selatan
2. Jalan Gajah Mada
3. Jalan Hayam Wuruk
4. Jalan Majapahit
5. Jalan Medan Merdeka Barat
6. Jalan M Husni Thamrin
7. Jalan Jend Sudirman
8. Jalan Sisingamangaraja
9. Jalan Panglima Polim
10. Jalan Fatmawati (Simpang Jalan Ketimun 1-Simpang Jalan TB Simatupang)
Baca juga: Mengenal ERP, Aturan Jalan Berbayar yang Akan Berlaku di Jakarta
11. Jalan Suryopranoto
12. Jalan Balikpapan
13. Jalan Kyai Caringin
14. Jalan Tomang Raya
15. Jalan Jend S Parman (Simpang Jalan Tomang Raya-Simpang Jalan Gatot Subroto)
16. Jalan Gatot Subroto
17. Jalan MT Haryono
18. Jalan DI Panjaitan
19. Jalan Jenderal A Yani (Simpang Jalan Bekasi Timur Raya-Simpang Jalan Perintis Kemerdekaan)
20. Jalan Pramuka
21. Jalan Salemba Raya
22. Jalan Kramat Raya
23. Jalan Pasar Senen
24. Jalan Gunung Sahari
25. Jalan HR Rasuna Said
ERP Karakternya Tidak Seperti Jalan Tol
Salah satu negara yang sudah menerapkan sistem ERP adalah Singapura untuk mengatur lalu lintas di sejumlah ruas jalannya.
Meski sama-sama berbayar, namun ada sejumlah perbedaan antara ERP dengan jalan tol.
Sistem ERP menerapkan biaya pada pengendara yang menyebabkan kemacetan. Sementara, pada sistem jalan tol, penerapan biayanya digunakan untuk akses ke jalan khusus.
Dikutip dari laman Dephub, penerapan ERP merupakan instrument dari traffic restraint sebagai strategi kebijakan yang mendorong pengguna kendaraan pribadi agar beralih menggunakan kendaraan umum.
Sehingga berbeda dengan jalan tol yang memiliki aturan untuk wajib membayar saat akan masuk ke suatu daerah dengan akses jalan tertentu.
Pada jalan yang menerapkan sistem ERP juga dapat dilalui oleh kendaraan roda dua. Sementara di jalan tol, kendaraan roda 2 tidak diizinkan untuk melintas.
Berikut poin-poin perbedaan antara ERP dan jalan tol:
1. Perbedaan Sistem Pembayaran
Pengendara yang hendak melintas di jalan tol wajib berhenti pada gerbang tol untuk melakukan pembayaran.
Sementara sistem tersebut tidak berlaku di ERP.
Dikutip dari laman Bobo, pada ERP akan ada sebuah alat yang dipasang pada setiap kendaraan dan juga pada ruas jalan.
Apabila sebuah mobil melintas pada jalan yang dipasang ERP, maka ERP pada mobil akan secara otomatis berkurang saldonya.
2. Perbedaan Tujuan ERP dan Jalan Tol
Dikutip dari laman ppid.jakarta.go.id, tujuan adanya sistem ERP yakni untuk strategi pengendalian lalu lintas.
Selain itu, ERP juga dijadikan untuk mengatasi kemacetan melalui pembatasan kendaraan. Sementara, jalan tol digunakan untuk mempercepat akses mobilitas dari daerah satu ke lainnya.
3. Perbedaan Saldo Pembayaran
Jika pengendara jalan tol kehabisan saldo, maka kendaraan tidak dapat melintas di jalan tersebut.
Berbeda dengan ERP, jika saldo ERP pada mobil habis, maka kendaraan tetap bisa melintasi jalan yang menerapkan sistem tersebut.
Nantinya, akan ada pencatatan data mobil dan tagihan pembayaran jalan akan dikirim langsung ke pengendara.
4. Perbedaan Tarif Pembayaran
Pada jam-jam sibuk dan padat, pada jalan yang menerapkan ERP akan dikenakan tarif yang lebih tinggi dibandingkan dengan jam-jam kosong.
Dikutip dari laman jdih.maritim.go.id, penyesuaian tarif jalan tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi dan evaluasi terhadap pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol.
Dalam kondisi tertentu, Pemerintah dapat melakukan penyesuaian tarif di luar 2 (dua) tahun sekali.
Baca juga: Mengenal ERP, Aturan Jalan Berbayar yang Akan Berlaku di Jakarta
Manfaat dan Dampak Penerapan ERP
Dikutip dari repository.umy.ac.id, menurut Dinas Perhubungan DKI Jakarta (2021), manfaat ERP di antaranya:
1. Pemerintah:
- Menurunkan tingkat kemacetan.
- Pendapatan baru dari sektor lalu lintas bertambah.
- Mempermudah batasi lalu lintas.
- Pengalihan moda trasnportasi kendraan pribadi untuk penggunaan angkutan umum.
- Meningkatkan efektifitas dan penghematan dari manejemen permintaan.
2. Pengendara:
- Nyaman dalam berkendaraan
- Perjalanan yang ditempuh tepat waktu
- Memudahkan dalam berpindah moda ke angkutan umum
- Kemudahan dalam berteransaksi
3. Masyarakat:
- Mengurangi tingkat polusi udara yang diakibatkan oleh asap kendaraan
- Berkurangnya kebisingan yang diakibatkan perpindahan moda ke angkutan umum.
- Meminimalisir kerugian ekonomi akibat kemacetan lalulintas.