OJK Siap Akhiri Restrukturisasi Kredit Debitur Terdampak Covid-19 Akhir Maret 2023
Sepanjang 2022, restrukturisasi kredit perbankan karena debitur yang terdampak Covid-19 turun signifikan menjadi sebesar Rp 469 triliun
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menyatakan, dia optimis stabilitas sektor keuangan masih tetap terjaga bahkan kian kondusif.
Hal itu ditandai dengan perkembangan pasar modal yang mencatatkan penambahan 71 emiten baru, di tahun lalu. Kata Mahendra, jumlah itu tertinggi sepanjang sejarah pasar modal.
Terlebih, kredit perbankan dan piutang pembiayaan tumbuh 11,4 persen dan 14,2 persen. Nilai itu lebih tinggi dari rata-rata 5 tahun sebelum pandemi yaitu sebesar 8,9 persen dan 4,4 persen.
"Optimisme tersebut juga terus berlanjut pada tahun ini. Tercermin dengan besarnya investasi non-residen pada standar biaya masukan (SBM) di tahun ini Januari 2023 yang mencatatkan pembelian neto sebesar 49,7 triliun," kata Mahendra Siregar dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2023 bertema Penguatan Setor Jasa Keuangan dalam Menjaga Pertumbuhan Ekonomi secara virtual, Senin (6/2/20023).
Sepanjang 2022, restrukturisasi kredit perbankan karena debitur yang terdampak Covid-19 turun signifikan menjadi sebesar Rp 469 triliun dari puncaknya Rp 830 triliun pada Oktober 2020.
Kata dia, hal itu didukung dengan meningkatnya coverage pencadangan 24,3 persen dari total kredit restrukturisasi. Sehingga, Mahendra menegaskan, restrukturisasi kredit bakal berakhir di akhir Maret 2023.
Menurut Mahendra, hal ini juga sejalan dengan rencana pemerintah yang menurunkan status pandemi Covid-19 melalui sara dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Sehingga dapat diartikan, kita siap mengakhiri masa restrukturisasi pada akhir Maret 2023. Kecuali untuk sektor padat karya yang akan diperpanjang hingga Maret 2024," paparnya.
Baca juga: Jokowi Beri 15 Kewenangan Penyidikan Sektor Keuangan pada OJK
Di sisi lain, Mahendra berujar, likuiditas industri perbankan pada 2022 dalam level yang memadai. alat likuid terhadap Non Core Deposit (AL/NDC) dan AL\DPK masing-masing sebesar 137,7 persen dan 31,2 perse.
Dia mengatakan, jumlah tersebut jauh di atas ambang batas minimal 50 persen dan 10 persen.
Baca juga: Roadmap Pasar Modal Indonesia 2023-2027, OJK Dorong Penguatan Teknologi Informasi
"Tingginya permodalan LJK juga memberikan bantalan penyerap risiko dan menunjang kebutuhan penyaluran pembiayaan. CAR perbankan 25,6 persen, sedangkan RBC industri asuransi umum dan asuransi jiwa 327 persen san 482 persen. Gearing rasio perusahaan pembiayaan 2,1 kali," papar dia.