Soal Power Wheeling, Pengamat Urai Dampak Negatifnya: Rugikan Rakyat-Picu Kenaikan Tarif Listrik
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengungkapkan rasa kekhawatirannya perihal wacana power wheeling.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengungkapkan rasa kekhawatirannya perihal wacana power wheeling.
Wacana ini kembali mencuat setelah Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (UU EBT) tak kunjung disahkan oleh DPR.
Penundaan pengesahan bisa memunculkan potensi pasal terkait wacana power wheeling, kendati sebelumnya Pemerintah telah mencabut usulan tersebut.
Skema power wheeling sendiri merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik antara pihak swasta dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Fahmy menegaskan, power wheeling hanya menguntungkan pihak swasta.
"Karena mereka akan dapat menjual langsung listrik yang dihasilkan kepada konsumen rumah tangga dan industri tanpa harus membangun jaringan transmisi dan distribusi sendiri.
Baca juga: PLN Operasikan SUTT 150 kV Malingping-Bayah Dukung Sistem Kelistrikan di Banten Selatan
Dengan mekanisme power wheeling, produsen listrik swasta dapat menggunakan jaringan milik PLN secara open sources dengan membayar sejumlah fee, yang ditetapkan oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM)," ucap Fahmy kepada Tribunnews.com dalam keterangan tertulis, Jumat (24/2/2023).
Fahmy lebih dalam menguraikan sejumlah hal negatif dari power wheeling.
Pertama skema bisa merugikan pihak PLN sendiri karena bisa menyebabkan turunnya presentase konsumen.
"Penerapan power wheeling berpotensi merugikan PLN karena menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30 persen dan pelanggan non-organik hingga 50 persen," tegas Fahmy.
Buntut dari kerugian PLN akan berdampak pada menambah beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk membayar kompensasi kepada PLN.
Fahmy selanjutnya membeberkan kerugian power wheeling yang berkaitan langsung dengan tarif dasar listrik.
"Power wheeling juga berpotensi merugikan rakyat sebagai konsumen. Lantaran harga setrum ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar, yang tergantung demand and supply.
Pada saat demand listrik tinggi dan supply tetap, tarif listrik pasti akan dinaikkan, yang menambah beban rakyat sebagai konsumen listrik," imbuh dia.