Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Bapanas Berharap Bulog Bisa Kelola Cadangan Beras Pemerintah Sebanyak 2,4 Juta Ton

Badan Pangan Nasional menargetkan kebijakan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras pada 2023 sebesar 1-1,5 juta ton

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Bapanas Berharap Bulog Bisa Kelola Cadangan Beras Pemerintah Sebanyak 2,4 Juta Ton
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Pekerja mengangkat beras Bulog ke gudang PT Food Statiton Tjipinang Jakarta Timur untuk kemudian disalurkan ke masyarakat sebagai program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) beras, Jumat (3/2/2023). Bulog menyalurkan ratusan ribu ton beras untuk stabilisasi harga beras yang saat ini mulai naik sebelum memasuki panen raya pada bulan Maret mendatang. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Sebagai gantinya, kata dia, pemerintah menciptakan kebijakan Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH), yang secara prinsip tidak ada bedanya dengan SPHP beras saat ini.

Operasi pasar, kata dia, adalah instrumen untuk menstabilkan harga beras. Keberhasilan operasi pasar amat bergantung pada kondisi pasar. Karena sifatnya yang kondisional, volume operasi pasar tidak bisa ditargetkan. Ketika ditargetkan, bahkan ada target harian, akan membuat penetrasi pasar lemah.

Ia kemudian membeberkan volume KPSH rentang 2018-2022 yang hanya 843.646 ton per tahun atau hanya 28,8% dari rerata penyaluran Raskin/Rastra sebesar 2.919.739 ton beras per tahun. Turunnya penyaluran ini, jelas dia, diikuti oleh penurunan pengadaan beras Bulog: dari rerata 2,16 juta ton jadi 0,811 juta ton beras.

Ketidakpastian KPSH sebagai outlet penyaluran beras Bulog, jelas Khudori, tampak dari volume yang fluktuatif hanya 544.723 ton beras pada 2018 dan mencapai 1.261.215 ton beras pada 2022.

"Ketika SPHP/KPSH yang tidak pasti dijadikan outlet utama penyaluran beras Bulog, ketidakpastian itu ditransfer ke Bulog dalam berbagai bentuk risiko. Salah satunya risiko keuangan," kata dia.

Agar ini tidak terjadi, jelas Khudori, pemerintah diminta mengintegrasikan kembali kebijakan perberasan hulu-tengah-hilir. Caranya, kata dia, mewajibkan penerima BPNT untuk membeli beras Bulog dalam jumlah tertentu. Misalnya, 5 kg per bulan per keluarga. Dengan harga Rp10.000/kg hanya keluar uang Rp50 ribu.

Menurut Khudori, jumlah ini cukup moderat. Karena penerima BPNT masih punya Rp150 ribu sisanya untuk membeli berbagai pangan pokok, seperti telur, minyak goreng atau gula.

BERITA TERKAIT

Agar preferensi konsumsi beras penerima BPNT tetap terjaga, kata dia, Bulog bisa diwajibkan menyediakan beras lebih dari satu kualitas.

Selain itu, Bulog bisa diwajibkan menjual beras dengan harga yang sama di seluruh Indonesia. Khudori menjelaskan, harga aneka pangan, termasuk beras, lebih murah di Jawa ketimbang di luar Jawa. Dengan nilai bantuan sama sebesar Rp200 ribu per bulan per keluarga, nilai tukar penerima BPNT di luar Jawa lebih rendah ketimbang di Jawa.

"Harga sama di seluruh Indonesia itu bagian dari keadilan," jelas dia.

Lewat cara ini, jelas Khudori, setidaknya sebulan ada outlet penyaluran pasti beras Bulog sebesar 100 ribu ton. Bapanas, kata dia, bisa juga mengembangkan outlet lain untuk golongan anggaran, baik PNS/ASN, TNI maupun Polri. Juga pegawai BUMN. Mereka-mereka ini, kata dia, bisa diwajibkan membeli beras Bulog.

Ketika kebijakan perberasan kembali terintegrasi, kata Khudori, secara tidak langsung pemerintah akan punya instrumen stabilisasi harga yang langsung tersambung ke konsumen akhir. Ketika ada gejolak harga, pemerintah bisa menambah volume bantuan BPNT dalam bentuk wajib membeli beras Bulog.

"Instrumen tidak langsung ini terbukti efektif mengendalikan harga beras dan inflasi, seperti saat Raskin/Rastra masih ada. Ini juga akan menekan aneka potensi penyimpangan seperti pada operasi pasar Bulog saat ini," jelas dia.

Terakhir, Khudori mengusulkan agar pemerintah mengisi CBP dengan beras multikualitas. Sejak 1970-an, jelas dia, CBP diisi beras kualitas medium. Dengan satu jenis kualitas intervensi pasar seringkali tak efektif. "Dengan multikualitas, intervensi lebih efektif dan penggunaan CBP lebih luas," jelas dia.(Willy Widianto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas