Rupiah Tembus Rp 15.300, IHSG Tertekan hingga Minus 0,63 Persen Sepekan
Dosen sekaligus praktisi pasar modal Lanjar Nafi mengatakan, pelemahan IHSG, di antaranya karena nilai tukar rupiah terdepresiasi 0,49 persen sepekan
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Selama sepekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) catatkan pelemahan sebesar minus 0,63 persen dan Indeks LQ45 turun 0,84 persen pekan ini, mengiringi beragam sentimen dari luar maupun dalam negeri.
Dosen sekaligus praktisi pasar modal Lanjar Nafi mengatakan, pelemahan IHSG, di antaranya karena nilai tukar rupiah terdepresiasi 0,49 persen sepekan.
"Merupakan depresiasi terdalam mingguan sejak 3 minggu terakhir," ujar dia melalui risetnya kepada Tribunnews.com, Minggu (5/3/2023).
Baca juga: IHSG Berpeluang Menguat Jelang Rilis Data Inflasi
Naiknya persepsi investor terhadap resesi di Amerika Serikat (AS) membuat permintaan The Greenback menguat, hingga membuat aksi jual pada pasar saham dan obligasi.
"Beragam sentimen menjadi fokus investor di akhir bulan Februari dan awal bulan Maret. Diawali dengan tanggapan The Fed mengenai data inflasi, pekerja, dan pengeluaran konsumen AS yang menandakan solidnya ekonomi seakan mengarahkan kepada pengetatan kebijakan lanjutan di 2023 memang diperlukan," katanya.
Selanjutnya, pergeseran terminal rate atau batas suku bunga AS dari di bawah 5 persen menjadi 5,5 persen masih menjadi trigger negatif.
Sementara itu, sentimen positif datang dari Asia berupa data indeks kinerja sektor manufaktur dan jasa di China yang dirilis sangat mengejutkan.
"Pemulihan ekonomi China lebih cepat terlihat di Februari 2023," tutur Lanjar.
Baca juga: Delapan Indeks Sektoral Seret IHSG Susut 0,31 Persen ke 6.834, Senin Siang Ini
Adapun dari dalam negeri, sentimen seperti laporan keuangan emiten, rencana pembagian dividen, hingga data ekonomi Indonesia seperti Neraca pembayaran surplus, realisasi anggaran surplus sampai tingkat inflasi terkendali sempat menjadi pendorong optimisme investor.
Namun, di akhir pekan regulator mengumumkan akan melakukan penghapusan relaksasi pasar modal Indonesia era pandemi.
"Penghapusan itu, di antaranya mencabut aturan auto reject bawah (ARB) hingga jam perdagangan menjadi penekan optimisme dan mengakhiri pergerakan yang cenderung terkonsolidasi menguat menjadi berbalik negatif," pungkasnya.