Indef: Siapapun Presidennya Usai Jokowi akan Hadapi Beban Utang yang Besar
Posisi utang pemerintah hingga 31 Januari 2023 mencapai Rp 7.754,98 triliun atau setara 38,56% dari PDB.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Researcher at Institute for Development of Econimics and Finance (Indef) menyoroti utang Indonesia pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang akan menjadi beban pemimpin selanjutnya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, posisi utang pemerintah hingga 31 Januari 2023 mencapai Rp 7.754,98 triliun atau setara 38,56 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Ekonom Indef Izzudin Al Farras Adha mengatakan, belanja APBN, sekitar sepertiganya digunakan untuk pembayaran bunga utang.
Baca juga: Laju Rupiah Tertekan ke Level Rp15.270 per Dolar AS, Pengamat: Pelaku Pasar Amati Utang Pemerintah
Di mana, anggaran di luar pembayaran bunga utang, kata Izzudin, kesehatan serta pendidikan hanya 40%, dan harus digunakan untuk pembiayaan seperti infrastruktur, bantuan sosial.
"Akibatnya, siapapun presiden terpilih nanti, akan menghadapi beban utang yang besar. Ini adalah PR serius untuk presiden baru nanti," kata Izzudin saat acara diskusi bertema "After Jokowinomics: Kemana Indonesia Akan Melangkah?", Jumat (10/3/2023).
Menurutnya, langkah pemerintah dalam membuka lapangan kerja untuk masyarakat juga tidak maksimal, di mana salah satu solusi pemerintah yaitu dengan mendorong peningkatan investasi.
Peningkatan investasi ini, diharapkan pemerintah dapat membuka lapangan pekerjaan formal dengan jumlah besar.
"Namun realitanya, peningkatan investasi tidak berbanding lurus dengan pembukaan lapangan kerja,” ujar Izzudin.
Menyoroti permasalahan tersebut, calon presiden selanjutnya memiliki banyak PR untuk menyelesaikan hal-hal tersebut, konsep pembangunan ekonomi berkeadilan dibutuhkan untuk meningkatkan prodokutivitas ekonomi dan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.
Acting Director, NTU Institute of Science & Technology for Humanity, Sulfikar Amir dalam kesempatan yang sama menawarkan gagasan Aniesnomics yang bertumpu pada konsep Tumbuh Adil.
Ia menjelaskan, jika dalam Trickle Down Economic maka pertumbuhan didorong mekanisme pull the top, yakni kelompok perekonomian teratas didorong tumbuh dengan harapan dapat menarik kelompok-kelompok dibawahnya (yang didalamnya tidak banyak terjadi).
Sedangkan dalam konsep Tumbuh Adil, kata Sulfikar, pertumbuhan didorong mekanisme push the bottom, yakni fokus menaikkan taraf ekonomi kelompok masyarakat 30% terbawah untuk mendorong pertumbuhan perekonomian nasional secara merata dan adil.
“Konsep TumbuhAdil menekankan pada 5 pilar yakni Perumahan, Pendidikan, Mobilitas, Pekerjaan, dan Kesehatan. Konsep tersebut akan mendorong 30% masyarakat menengah ke bawah Indonesia yang memiliki pendapatan $1.718 per kapita di dorong untuk ikut naik pendapatannya," tutur Sulfikar.