Revisi Peraturan Pemerintah Soal Tembakau, Siapa yang Untung dan Buntung?
IHT dari hulu ke hilir memberikan kontribusi besar bagi negara, mulai dari cukai hasil tembakau hingga serapan tenaga kerja.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menilai rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, merugikan ekosistem pertembakauan nasional dari hulu ke hilir.
Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menolak rencana revisi ini karena dinilai hanya akan merugikan ekosistem Industri Hasil Tembakau (IHT).
“Dalam PP 109/2012, banyak aspek merugikan ekosistem pertembakauan seperti petani dan pedagang. Kalau mau diubah, PP ini arahnya harus menguntungkan pihak berkepentingan dengan tembakau," ujarnya dalam "Sarasehan Nasional Ekosistem Pertembakauan", ditulis Senin (13/3/2023).
Baca juga: Revisi PP Tembakau Dinilai Bisa Turunkan Kesejahteraan Petani
Misbakhun mengatakan, revisi PP 109/2012 tersebut juga merupakan wujud nyata ketidakadilan pemerintah terhadap IHT.
Padahal, IHT dari hulu ke hilir memberikan kontribusi besar bagi negara, mulai dari cukai hasil tembakau hingga serapan tenaga kerja yang jumlahnya mencapai jutaan.
“Sumbangsih IHT kepada negara ini tidak kecil, berapa ratus triliun disumbangkan setiap tahun. Kalau industri seperti ini tidak diperhatikan pemerintah, maka yang terjadi adalah ketidakadilan,” katanya.
Dia menambahkan, urusan tembakau tidak hanya soal kesehatan, tapi banyak aspek lain yang menyangkut kepentingan hidup jutaan masyarakat Indonesia.
Karena itu, Misbakhun mendorong agar pemerintah dapat memperhatikan seluruh aspek dalam menyusun kebijakan soal tembakau.
“Silakan bicara aspek kesehatan dalam rokok, tapi yang mesti dipahami adalah dalam rokok ada aspek lain di luar kesehatan. Ada mata rantai, mulai dari pertanian sampai pabrik, di antara petani dan pabrik ada pedagang, ke konsumen ada pedagang, ini jadi ekosistem sendiri,” tutur dia.
Lebih lanjut, dirinya menduga usulan revisi PP 109/2012 merupakan agenda dari kepentingan asing untuk mendapat keuntungan dengan mengintervensi regulasi.
"Rencana revisi PP 109/2012 ini mengakomodasi kepentingan asing, apa tujuan dari agenda-agenda asing ini? Agenda ini dibuat untuk melemahkan kekuatan dan kedaulatan negara kita," ujar Misbakhun.
Pada kesempatan sama, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan mengisyaratkan, bahwa intervensi terhadap regulasi IHT semakin besar.
Menurutnya, intervensi tersebut tidak hanya menekan melalui rencana revisi PP 109/201, melainkan juga lewat regulasi-regulasi IHT lainnya.