Elon Musk Ungkap Rencana Pembelian Silicon Valley Bank yang Bangkrut
Elon Musk mengumumkan rencananya mengakuisisi Silicon Valley Bank setelah bank yang berfokus pada bisnis startup ini bangkrut akibat krisis modal.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, CALIFORNIA – CEO Tesla dan Twitter Elon Musk mengumumkan rencananya mengakuisisi Silicon Valley Bank (SVB), setelah bank yang berfokus pada bisnis startup ini bangkrut akibat krisis modal.
Rencana tersebut diungkap Musk, lewat sebuah cuitan singkat yang ditujukan untuk membalas pertanyaan CEO Razer Min-Liang terkait pembelian perusahaan Silicon Valley Bank. Dalam akun Twitternya miliar kondang tersebut menyatakan terbuka mengenai gagasan tersebut.
"Saya terbuka untuk ide tersebut," ucap Musk seperti yang dilansir Daily Mail.
Meski masih dalam tahap rencana namun gagasan itu telah mendapat banyak respon positif dari sejumlah warganet, salah satu pengguna Twitter yang mendukung rencana tersebut mengatakan bahwa akuisisi merupakan kesempatan yang luar biasa bagi Elon Musk.
"Saya pikir Twitter harus membeli SVB dan menjadi bank digital," kata pengguna Twitter tersebut.
Lewat akuisisi ini nantinya Musk dapat mewujudkan ambisinya untuk mengubah platform menjadi aplikasi besar bernama X, yang akan menawarkan layanan keuangan dan lainnya.
Kebangkrutan SVB
Silicon Valley Bank (SVB) ditutup oleh otoritas berwenang California, Amerika Serikat (AS) setelah saham bank ini anjlok 66 persen dan merugi 80 miliar dolar AS hanya dalam kurun waktu 48 jam pada perdagangan permarket.
Kebangkrutan ini terjadi tepat setelah layanan keuangan asal AS ini mengalami krisis modal buntut dari sikap agresif the Fed yang terus menaikan suku bunga acuan ke level tertinggi.
Baca juga: Bank of London Ajukan Tawaran Akuisisi Anak Usaha Silicon Valley Bank di Inggris
Tercatat dalam setahun terakhir The Fed telah mengerek kebijakan moneternya hingga suku bunga naik mencapai 450 basis point. Meski kenaikkan laju suku bunga dianggap sebagai cara cepat untuk menekan inflasi.
Baca juga: Analis: Efek Kebangkrutan Silicon Valley Bank Kecil Terhadap Pasar Keuangan Indonesia
Namun sayangnya pengetatan moneter ini membuat simpanan likuiditas Silicon Valley Bank terkikis lantaran permintaan konsumen untuk melakukan pinjaman mengalami penyusutan ditengah meningkatnya aksi rush bank atau penarikan uang secara massal.
Kolapsnya SVB tak hanya menjadi alarm bahaya bagi saham bank-bank AS, namun juga telah memicu penurunan saham HSBC Holdings yang ada di Hong Kong hingga melemah sekitar 1,7 persen, terendah sejak 2 bulan terakhir.
Penurunan serupa juga terjadi pada saham Standard Chartered Bank yang turun satu persen pada pembukaan pasar, Senin (13/3/2023).
Baca juga: Kebangkrutan Silicon Valley Bank Seret Kripto USDC, Nilainya Anjlok Tajam
Di Asia, Topix Jepang dilaporkan turun sebanyak 2 persen, sementara Mitsubishi UFJ anjlok hampir 4 persen menjadi 896,3 yen. Diikuti Sumitomo Mitsui Financial Group yang merosot sebanyak 5 persen dan Indeks Topix Banks yang amblas 4,75 persen.
Kemerosotan pasar saham juga terjadi pada The Development Bank of Singapore Limited atau DBS, dimana saham bank terbesar Singapura ini anjlok ke level terendah menjadi 32,71.
Sedangkan saham OCBC nilainya merosot hampir 1,5 persen dan saham bank-bank Eropa kehilangan poin hingga merugi sekitar 50 miliar dolar AS.
Khawatir ancaman ini akan semakin meluas dan berdampak negatif bagi semua sektor mendorong Lembaga Penjamin Simpanan di Amerika Serikat atau federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) untuk ikut turun tangan.
FDIC rencananya akan menjual aset dan pembayaran dividen yang dimiliki SVB sehingga perusahaan dapat mengembalikan deposan pada para nasabah yang terdampak dalam waktu dekat.