Pedagang Tuntut Pemerintah Tanggung Jawab soal Rencana Larang Thrifting
pengusaha bisnis baju bekas impor atau thrifting menuntut pemerintah harus bertanggung jawab apabila rencana larangan menjual baju bekas impor.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Endra Kurniawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mely (50), seorang pengusaha bisnis baju bekas impor atau thrifting menuntut pemerintah harus bertanggung jawab apabila rencana larangan menjual baju bekas impor dilakukan.
"Tanggung jawab enggak pemerintah nanti? Harus pemerintah tanggung jawab," kata Melly saat dijumpai Tribunnews.com pada lapaknya di Pasar Baru, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat, Sabtu (18/3/2023).
Menurut Mely, dirinya memiliki tanggungan untuk menyekolahkan anaknya. Dia mempunyai empat orang anak.
Saat ini, dua anaknya sedang berada di bangku sekolah sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah kejuruan (SMK). Sementara dua lainnya, sudah menyelesaikan pendidikannya.
"Anak saya enggak bisa sekolah, putus sekolah (kalau pemerintah larang)," ujar Mely.
Mely menuturkan bahwa dirinya akan kehilangan pekerjaan nantinya apabila pemerintah tak membolehkan usaha thrifting.
Baca juga: Apa itu Thrifting? Bisnis Pakaian Bekas Impor yang Dilarang oleh Presiden Joko Widodo
"Saya kerja apa, intinya saja kerja apa (kalau dilarang). Apa tujuan pemerintah larang," ungkapnya.
Barang bekas yang dijual Mely merupakan impor dari Cina, Korea, dan Jepang.
Kemenkop UKM Usul Larangan Thrifting
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) disebut mengusulkan larangan thrifting karena dinilai merusak usaha mikro kecil menengah (UMKM) lokal.
Thrifting adalah aktivitas membeli atau menjual barang-barang bekas impor dengan tujuan untuk dipakai kembali.
Kemenkop dan UKM menegaskan bahwa secara aturan, praktik thrifting atau membeli dan menjual pakaian bekas dari luar negeri sebenarnya telah dilarang.
Deputi Bidang UKM Hanung Harimba Rachman menilai, praktik thrifting dapat merusak industri garmen dalam negeri.