Soal Beda Data Rekening Pegawai Kemenkeu, Begini Penjelasan Wakil Menteri Keuangan
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan perbedaan data yang terjadi antara Menkeu Sri Mulyani dan laporan Menko Polhukam Mahfud MD.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan perbedaan data yang terjadi antara Menkeu Sri Mulyani dan laporan Menko Polhukam Mahfud MD.
Untuk informasi, Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI menyebut transaksi janggal milik pegawainya hanya sebesar Rp 3,3 triliun. Sedangkan, Mahfud MD menyebut nilainya lebih besar yakni sebesar Rp 3,5 triliun.
Suahasil mengatakan, jumlah transaksi mencurigakan milik rekening pegawainya senilai Rp 3,3 triliun itu, merupakan akumulasi transaksi debit kredit pegawai dalam periode 2009 hingga 2023.
"Jadi, yang Rp 3,3 triliun ini adalah akumulasi transaksi debit kredit pegawai, yang penghasilan resmi. Didalamnya ada penghasilan resmi, ada transaksi dengan pegawainya, atau dia jual beli harta atau yang lainnya," ujar Suahasil kepada wartawan di Kantornya, Jumat (31/3/2023).
Terkait Rp 22 triliun, kata Suahasil, nilai itu didapatkan melalui 200 surat yang diterima Kemenkeu dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi (PPATK).
Kata dia, dari 200 surat itu berisikan 65 surat tentang korporasi dan 135 surat terkait korporasi dan pegawai Kemenkeu dengan total transaksi Rp 18,7 triliun. Jika ditotal dengan transaksi pegawai Rp 3,3 triliun nilainya mencapai Rp 22 triliun.
"Dari Rp 22 triliun itu, Rp 18,7 triliun adalah korporasi dan Rp 3,3 triliun yang memang transaksi pegawai," ujar dia.
"Kenapa transaksi pegawai ada disini? karena biasanya kita kalau mau bikin mutasi pegawai, mau bikin promosi pegawai, panitia seleksi yang ada Kemenkeu, pasti kita minta data clearance kepada PPATK," sambungnya.
Baca juga: Mahfud MD: Dugaan Pencucian Uang Rp 349 Triliun Libatkan 491 Pegawai Kemenkeu
Suahasil menjelaskan, besaran transaksi yang didapatkan Kemenkeu berbeda dengan yang ditemukan Menko Polhukam senilai Rp 3,5 triliun.
Kata dia, hal itu disebabkan jumlah surat dari PPATK yang masuk ke Kementerian Keuangan hanya 200 surat dari 300 surat. Sisanya atau 100 surat itu masuk dalam Aparat Penegak Hukum (APH).
Suahasil menambahkan, 100 surat yang dikirimkan ke APH itu mencapai Rp 13 triliun. Hal itu tidak termasuk ranah Kemenkeu.
Baca juga: Harta 69 Pegawai Kemenkeu Tak Wajar, Sebagian Besar Bekerja di Ditjen Pajak dan Bea Cukai
Sehingga, jika ditotal berdasarkan 300 surat yang dikirimkan PPATK senilai Rp 3,5 triliun.
"Jadi yang Rp 3,5 triliun itu dipecah dua, ada surat yang dikirimkan ke Kemenkeu dapatnya Rp 22 triliun dan surat yang dikirimkan ke APH dapatnya Rp 13 triliun. Kalau di jumlah jadi berapa? Rp 35 triliun. Ini cara mengklasifikasikannya," terangnya.