Terdampak Lemahnya Permintaan, Inflasi Konsumen China Capai Level Terendah dalam 18 Bulan
Inflasi konsumen China mencapai level terendah dalam 18 bulan, didorong oleh lemahnya permintaan di tengah pemulihan ekonomi yang tidak merata.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Inflasi konsumen China mencapai level terendah dalam 18 bulan, didorong oleh lemahnya permintaan di tengah pemulihan ekonomi yang tidak merata.
Menurut data dari Biro Statistik Nasional China (NBS), Indeks harga konsumen (CPI) naik 0,7 persen pada Maret 2023, laju paling lambat sejak September 2021 dan lebih lemah dari kenaikan 1,0 persen pada Februari silam.
"Laporan inflasi China pada Maret menggambarkan ekonomi China sedang menjalankan proses disinflasi, yang menunjukkan ruang yang lebih besar untuk pelonggaran kebijakan moneter untuk meningkatkan permintaan," kata Zhou Hao, ekonom di Guotai Junan International.
Baca juga: Rutin Gelar ‘Pak Rahman’, Inflasi Kota Semarang Terendah di Indonesia
Berbeda dengan lonjakan harga secara global, inflasi ritel dan produsen China tetap menunjukkan tanda-tanda pelemahan karena sektor konsumen dan industri berjuang untuk pulih dari pukulan pandemi mereka.
Di samping itu, NBS juga menjelaskan indeks harga produsen (PPI) China turun 2,5 persen pada Maret 2023, laju tercepat sejak Juni 2020 dan dibandingkan dengan penurunan 1,4 persen pada Februari silam.
Sebelumnya, Pemerintah China sendiri telah menetapkan target rata-rata harga konsumen untuk tahun ini yakni sekitar 3 persen.
"Kami pikir inflasi harga konsumen akan pulih dalam beberapa bulan mendatang karena pasar tenaga kerja semakin ketat dan akan mencapai puncaknya pada 2,3 persen di awal 2024," kata Zichun Huang, ekonom China di Capital Economics.
"Tapi itu akan jauh di bawah pagu pemerintah 'sekitar 3,0 persen persen, dan kenaikan inflasi akan jauh lebih kecil daripada yang terlihat di tempat lain ketika mereka dibuka,” sambungnya.
Adapun pembuat kebijakan telah berjanji untuk meningkatkan dukungan perekonomian Negeri Tirai Bambu itu, yang mencatat salah satu kinerja terburuknya dalam hampir setengah abad tahun lalu karena pembatasan Covid-19 yang ketat.