PBB Sebut 258 Juta Orang Membutuhkan Bantuan Pangan Mendesak Pada 2022, Perang Rusia Jadi Penyebab
258 juta orang di dunia membutuhkan bantuan pangan darurat di tahun lalu karena konflik, guncangan ekonomi dan bencana iklim.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, PARIS – Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini merilis sebuah laporan yang mengungkapkan sekitar 258 juta orang di dunia membutuhkan bantuan pangan darurat di tahun lalu karena konflik, guncangan ekonomi dan bencana iklim.
Menurut PBB, data di atas tampak meningkat tajam jika dibandingkan dengan 193 juta orang yang membutuhkan bantuan pangan darurat pada 2021.
“Lebih dari seperempat miliar orang sekarang menghadapi tingkat kelaparan akut, dan beberapa berada di ambang kelaparan. Itu tidak masuk akal,” kata Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB.
Baca juga: Sempat Berhenti, Program Pangan Dunia Kembali Beroperasi di Sudan
Laporan tersebut juga menggarisbawahi terdapat 58 negara atau wilayah yang menghadapi kerawanan pangan akut tingkat tinggi, naik dari 53 negara pada 2021.
“Lebih dari 40 persen dari mereka tinggal di negara-negara yang dilanda konflik, seperti Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, Afghanistan, Nigeria, dan Yaman,” kata Guterres.
Dampak Perang Ukraina
Laporan itu juga mengungkapkan jika perang yang terjadi di Ukraina memiliki andil besar terhadap krisis pangan global.
“Pendorong utama krisis pangan tahun lalu juga dikaitkan dengan dampak sosial ekonomi akibat dari pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, efek lanjutan dari perang di Ukraina dan kekeringan berulang serta cuaca ekstrem lainnya,” bunyi laporan itu.
Adapun invasi Rusia ke Ukraina pada Februari tahun lalu berdampak cukup signifikan, mengingat kontribusi besar yang diberikan Ukraina dan Rusia untuk produksi dan perdagangan bahan bakar, pupuk dan komoditas makanan penting seperti gandum, jagung dan minyak bunga matahari.
Meskipun harga pangan global telah turun pada akhir tahun lalu, PBB menyebut harga pangan masih tetap jauh di atas tingkat pra-pandemi.