Cegah Rush, OJK Minta BSI Kembalikan Kepercayaan Nasabah Pasca Serangan Ransomware
OJK meminta manajemen BSI serius menjaga keamanan data dan dana nasabah menyusul terjadinya serangan ransomware terhadap bank ini Senin pekan lalu.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta manajemen PT Bank Syariah Indonesia (BSI) serius menjaga keamanan data dan dana nasabah menyusul terjadinya serangan ransomware terhadap bank ini sejak pekan lalu.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, pihaknya belum membahas soal sanksi yang mungkinkan akan dikenakan kepada BSI.
"Saya tidak lakukan ataupun membahas hal itu karena saya rasa upaya utama saat ini adalah benar-benar mendorong supaya proses (perbaikan) tadi yang sampaikan berjalan sesegera mungkin," ujarnya di sela Fintech Policy Forum di Pakarti Centre Building, Jakarta, Selasa (16/5/2023).
Dia menekankan BSI perlu mengembalikan kepercayaan nasabah pasca gangguan tersebut agar tidak terjadi rush atau penarikan uang secara massal.
"Saya yakin hal itu pasti merupakan prioritas BSI bsi yang sudah memiliki tingkat kepercayaan masyarakat daripada nasabahnya dengan baik. Saya rasa tentu mereka tidak mau kehilangan sedikitpun terhadap rasa kepercayaan itu," pungkas Mahendra.
Layanan perbankan BSI mengalami gangguan sejak Senin (8/5/2023) karena serangan ransomware.
Gangguan mencakup layanan kantor cabang perbankan, mobile banking, dan juga Anjungan Tunai Mandiri (ATM) BSI.
Baca juga: Gagal Minta Tebusan, LockBit Edarkan Data Nasabah BSI di Dark Web Mulai Selasa Pagi Ini
"Kami menemukan indikasi adanya dugaan serangan siber, sehingga kami perlu melakukan evaluasi dan juga melakukan temporary switch off beberapa channel untuk memastikan sistem kami aman yang ada di BSI," kata Direktur Utama BSI Hery Gunardi di Jakarta, Kamis (11/5/2023).
Baca juga: Beroperasi pada Akhir Pekan, BSI Klaim Terima Setoran Tunai Rp 30 Miliar
"Terkait dengan adanya dugaan serangan siber, pada dasarnya perlu pembuktian yang lebih lanjut melalui audit dan juga digital forensik," kata dia.