Mengenal Waterproofing Teknologi Titanium Nano di Architect Meet & Talk
Presiden Direktur Nano Star, Hery Chrisnantyo, menjelaskan soal teknologi titanium nano dalam sebuah diskusi khusus bidang arsitek di Architect Meet.
Penulis: Reza Deni
Editor: Endra Kurniawan
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Direktur Nano Star, Hery Chrisnantyo, menjelaskan soal teknologi titanium nano dalam sebuah diskusi khusus bidang arsitek di Architect Meet & Talk.
Diskusi tersebut juga diisi oleh Andra Martin selaku Principle Architect Studio Andramatin dan H Fauzan A.T. Noe’man yang merupakan salah satu arsitek senior.
Hery mengatakan, bahwa teknologi Nano Star memanfaatkan rekayasa titanium nano dalam partikel yang sangat kecil dalam satuan ukuran nano.
"Partikel nano ini akan penetrasi ke dalam substrat beton dan membentuk jaringan nano seperti jaring laba-laba di dalam substrat, yang berfungsi untuk menahan air agar tidak meresap ke dalam beton, sehingga pada saat hujan, substrat tersebut menjadi waterproof atau kedap air," jelas Hery di Gedung Ali Sadikin, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, dikutip Senin (15/5/2023)
Menurutnya, teknologi nano ini memungkinkan substrat dapat “bernapas”.
Baca juga: Mengenal Teknologi Nano sebagai Unsur Penting bagi Para Pelaku Usaha Bidang Konstruksi
"Artinya jika ada air jenuh yang terjebak di dalam substrat, air (H2O) akan memecah molekul satuan menjadi H satuan dan O satuan dan menguap melewati jaringan nano," kata Hery.
Dia mengatakan problem seperti gelembung dan retak seperti yang terjadi pada waterproofing produk lain tidak akan terjadi pada Nano Star.
"Keunggulan waterproofing kami adalah tahan UV dan tahan suhu sampai dengan 100 derajat celsius, sehingga sangat cocok diaplikasikan untuk iklim Indonesia," ujarnya
Dia melanjutkan bahwa beberapa daerah di Indonesia Timur suhunya kadang di atas permukaan beton bisa mencapai 65 derajat celsius.
Waterproofing lain jenis membran ataupun bitumen yang mengadopsi teknologi Eropa kurang tepat untuk diaplikasikan di Indonesia karena iklim Eropa berbeda dengan iklim Indonesia.
"Terbukti dalam satu kali siklus musim, waterproofing jenis membran akan menggelembung dan mengelupas, sementara waterproofing jenis bitumen akan meleleh. Dalam kondisi iklim seperti di Indonesia, pilihan waterproofing paling baik adalah menggunakan waterproofing nano," kata dia Hery.
Sementara itu, General Manager PT Anugerah Magna Nanoteknologi Dahono mengatakan bahwa teknologi nano ini diklaim sebagai waterproofing yang ramah terhadap gempa bumi.
dikatakan Dahkno, akhir-akhir ini sering terjadi gempa di Indonesia, tetapi teknologi nano disebut masih mampu menahan air untuk keretakan akibat gempa sampah dengan 1 mm (dalam kategori bukan retak pada struktur bangunan).
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Nano Ceramic Coating untuk Perawatan Bodi Mobil
"Meskipun dalam kasus di lapangan kadang-kadang kita menemukan keretakan terjadi selebar 2-5 mm, Nano Star tetap mampu mengatasinya dengan cara perbaikan yang sederhana, cepat, dan tidak membutuhkan biaya tinggi," kata dia
Adapun teknik yang di pihaknya, dikatakan Dahono, adalah melakukan V-grooving pada jalur retakan setempat dan di-spray ulang dengan Nano Star.
"Jaringan nano baru akan terbentuk pada area ini dan akan berikatan dengan jaringan nano yang lama. Kita tidak perlu lagi ribet dengan me-repair waterproofing pada keseluruhan bidang yang membutuhkan waktu lama dan biaya besar seperti yang dilakukan pada waterproofing jenis lain," tandasnya.