Harga Telur Ayam Masih Tak Terkendali, Pemerintah Kaji Kucurkan Anggaran Subsidi Jagung
Apabila harga jagung untuk pakan ternak menyentuh Rp 6.500 per kilogram, maka pemerintah akan melakukan subsidi jagung.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga telur ayam di berbagai daerah mengalami kenaikan di atas Rp30.000 per kilogram (kg), bahkan wilayah Indonesia timur mencapai Rp40.000 per kg.
Satu di antara penyebab kenaikan harga telur yaitu mahalnya harga pakan ternak, sehingga pemerintah berencana mengucurkan anggaran subsidi untuk jagung.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, saat ini pemerintah masih melakukan kajian subsidi jagung untuk pakan guna menekan harga telur.
Baca juga: Harga Telur Ayam Mahal, Wamendag: Masih Fluktuatif, Bukan Dipicu Naiknya Harga Pakan Ternak
Namun, jagung yang disubsidi haruslah yang berasal dari produksi lokal.
Rencana pemberian subsidi bagi pakan tersebut saat ini masih dikaji oleh pemerintah.
"Kita lagi diskusikan soal jagung, dulu kalau sampai harganya mahal kan disubsidi pemerintah Rp 1.500. Cuma sekarang kalau andaikata kita putuskan, belum. Ini lagi dibahas. Tapi yang disubsidi dari petani lokal jangan sampai yang impor disubsidi," kata Zulkifli ditemui di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, dikutip dari Kontan, Rabu (24/5/2023).
Menurutnya, apabila harga jagung untuk pakan ternak menyentuh Rp 6.500 per kilogram, maka pemerintah kemungkinan bakal memilih opsi melakukan subsidi Rp 1.500 per kilogram.
Ia menyebut, subsidi dapat dilakukan misalnya untuk biaya transportasinya.
"Kita akan coba nanti Rp 1.500 disubsidi, apakah untuk transport-nya atau untuk apanya," imbuhnya.
Selain harga pakan yang naik, Zulkifli mengatakan harga telur saat ini juga dipengaruhi karena banyak peternak yang tutup karena harga telur sebelumnya sangat murah. Selain itu terjadi juga peremajaan ayam.
"Bahkan mau lebaran aja Rp 25.000 - Rp 26.000 karena dia harganya jualnya Rp 28.000. Oleh karena itu sebagian induk-induknya diremajakan, itu kan perlu waktu," jelasnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka produksi telur harus ditingkatkan. Zulkifli meyakini produksi telur tak lama lagi akan mulai stabil.
"Oleh karena itu harus diambil langkah-langkah pertama, tentu produksinya harus dinaikkan, sebentar lagi juga mulai stabil," ujarnya.
Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Badan Pangan Nasional Maino Dwi Hartono menjelaskan, persoalan harga telur yang melebihi harga acuan pembelian atau penjualan tak lepas dari faktor harga pakan yang tinggi.
Maino menyebut, di sisi hulu terjadi kenaikan biaya produksi yang luar biasa. Pertama disebabkan karena pakan. Dimana per Senin (22/5) harga jagung di peternak Rp 5.800 sampai Rp 6.000 per kilogram.
Padahal harga acuan jagung untuk pakan ialah Rp 5.000.
Kedua dari harga konsentrat atau bahan pokok pakan juga alami kenaikan dalam beberapa minggu terakhir.
"Informasi teman peternak mengalami kenaikan cukup tinggi, sehingga bea pokok produksi naik tinggi. Sehingga berdampak bea pokok produksi peternak dan ujungnya sampai di konsumen alami kenaikan," kata Maino.
Ia mengungkapkan, saat ini ongkos produksi telur per kilogram sekitar Rp 24.000 hingga Rp 25.000 yang disebabkan komponen pakan yang naik.
Selanjutnya, di hilir terdapat biaya distribusi, bongkar muat, packing dan lainnya. Maka harta telur di tingkat konsumen saat ini diatas Rp 30.000.
Adapun saat ini harga rata-rata telur secara nasional ialah Rp 31.000 per kilogram.
Genjot Produksi
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi, mengungkapkan alasan harga telur ayam yang masih mahal hingga tembus Rp 32.000 per kilogram (Kg).
Menurut dia, pemerintah tengah menjaga harga telur ayam di kalangan peternak ayam untuk memaksimalkan produksi telur agar lebih banyak.
Terlebih, pemerintah saat ini tengah menjalani program bantuan pangan berupa telur dan daging ayam untuk 2,4 juta Keluarga Rentan Stunting (KRS) di 7 provinsi.
"Harga telur ayam memang kita jaga di tingkat peternak, agar peternak dapat melanjutkan produksi dan meningkatkan produktifitasnya," kata Arief saat dihubungi Tribunnews.
Baca juga: Kata DPR, Lonjakan Harga Telur Akibat Peternak Bertarung dengan Perusahaan Besar
Arief mengatakan, pemerintah juga sebelumnya telah menyiapkan harga yang wajar untuk para peternak, pedagang dan konsumen.
"Ini semacam closed loop yang dibuat dari hulu melibatkan peternak mandiri untuk dapat berkontribusi, dalam menurunkan stunting dengan pemberian sumber pangan protein ke masyarakat," jelasnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN), Rofiyasifun menambahkan, saat ini harga telur ditingkat peternak mencapai Rp 25.000 sampai Rp 27.000.
Dari jumlah tersebut, maka harga telur yang diterima konsumen berkisar Rp 30.000 sampai Rp 32.000 per kilogram.
Hal tersebut menurut Rofiyasifun adalah wajar, pasalnya harga pakan Soybean Meal (SBM) dan Meat Bone Meal (MBM) yang diimport dari luar negeri turut mengalami kenaikan.
"Peternak agar bisa bertahan situasi saat ini, maka harga di on farm tidak boleh kurang dari Rp 25.000," ujar Rofiyasifun kepada Tribunnews.
"Harga telur di konsumen Rp 30.000 di on farm Rp 25.000 sampai Rp 27.000 adalah wajar, karena itu harga keekonomian. Karena tingginya biaya pakan/produksi," sambungnya.
Di sisi lain, Rofiyasifun mengatakan, naiknya harga telur sejalan dengan permintaan yang meningkat. Salah satunya melalui program yang diusung pemerintah yakni bansos telur dan ayam pada 2,4 juta KRS.
"Demand naik karena adanya tambahan permintaan telur untuk program KRS," terangnya.
"Bulan syawal ini demand naik tinggi, karena banyak orang punya hajatan. Cuaca ekstrem produksi terganggu atau turun," lanjutnya.
Tembus Rp40.000 per Kg
Kenaikan harga telur ayam yang menembus Rp40.000 per kg, membuat pedagang dan masyarakat mengeluh, bahkan sampai ada yang memilih membeli telur ayam dengan kondisi pecah karena lebih murah.
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) menyampaikan, kenaikan harga telur ayam pada saat ini karena tidak ada upaya serius dari pemerintah.
"Tidak terdapat upaya melakukan penurunan harga telur, sehingga harga telur secara nasional naik," kata Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI, Reynaldi Sarijowan.
Catatan dari IKAPPI, harga telur di Jabodetabek berada pada kisaran Rp 31 ribu sampai Rp34 ribu per kilogram. Harga tersebut telah naik dari Rp28 ribu.
Bahkan, kata Reynaldi, harga telur di luar pulau Jawa jauh melampaui harga di Jabodetabek.
"Tepatnya di wilayah timur Indonesia, harga telur mencapai Rp38 ribu per kilogram, malahan lebih dari Rp40 ribu per kilgoram," ujarnya.
Ia pun membeberkan temuannya mengenai alasan di balik kenaikan harga telur.
"Harga telur mengalami kenaikan sejak beberapa minggu terakhir dan ada dua hal yang kami temukan," ujar Reynaldi.
Pertama adalah faktor produksi dan yang kedua karena proses distribusi yang tak sesuai dengan biasanya.
"Pertama karena faktor produksi yang menyebabkan harga pakan yang tinggi. Kedua, proses distribusi yang tidak sesuai dengan kebiasaan," kata Reynaldi.
Maksud dia, biasanya proses distribusi dilakukan ke pasar, tetapi kini banyak pihak yang melakukan pendistribusian di luar pasar.
"Banyak pihak yang melakukan pendistribusian di luar pasar atau permintaan di luar pasar sehingga supply dan demand di pasar terganggu dan menyebabkan harga terus merangkak naik," kata Reynaldi.
"Sebagai catatan, kami melihat ada beberapa permintaan yang cukup tinggi di beberapa instansi, elemen, lembaga, serta perorangan yang membuat supply di pasar terganggu," lanjutnya.