Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Industri Nikel Dikuasai Asing, Bahlil: Perbankan Nasional Tidak Mau Biayai Secara Masif

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia merespons anggapan industri pertambangan Indonesia termasuk nikel dikuasai investor asing.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
zoom-in Industri Nikel Dikuasai Asing, Bahlil: Perbankan Nasional Tidak Mau Biayai Secara Masif
TRIBUN SULTRA/DESI TRIANA
ilustrasi: Pemandangan dari udara Desa Boedingi di Kabupaten Konawe Utara terilhat cokelat kemerahan, terkepung ore nikel yang ditambang dari bukit di belakang desa pesisir itu. Desa itu dihuni Suku Bajo yang dulunya bekerja sebagai nelayan dan petani mutiara. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia merespons anggapan industri pertambangan Indonesia termasuk nikel dikuasai investor asing.

Bahlil Lahadalia mengatakan, Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Indonesia mayoritas dimiliki oleh pengusaha dalam negeri. Jumlahnya sebanyak 80 persen. Sedangkan investor asing lebih banyak mengelola industri nikel.

Baca juga: Dilirik Investor, Indonesia Diibaratkan Gadis Cantik, Ini 5 Negara Paling Banyak Investasi di RI

"Banyak orang mengkritik bahwa semua tambang nikel dikuasai oleh asing. Yang benar itu adalah IUP nikelnya 80 persen itu dikuasai oleh pengusaha dalam negeri," katanya dalam sambutan pada acara Indonesia-China Smart City Expo 2023, Rabu (24/5/2023).

"Kita nggak bisa menyalahkan investor, siapa suruh perbankan nasional kita belum mau membiayai industri smelter secara masif, masalahnya di situ," kata Bahlil.

Maka dari itu, ia mengatakan pemerintah tak bisa hadir di dalam industri dan mengalokasikan Penyertaan Modal Negara (PMN).

Baca juga: Iklim Investasi Tambang Nikel di Konawe Utara Didorong Terus Kondusif

"Masalahnya di situ. Negara enggak bisa hadir untuk membangun PMN untuk membangun smelter," kata Bahlil.

BERITA REKOMENDASI

Ia berujar para investor asing ini tak bisa disalahkan karena berinvestasi di Indonesia.

Bahlil pun lebih memilih untuk melihat ini sebagai tantangan dan meyakini perbankan nasional ke depannya akan melihat industri nikel sebagai kesempatan bagus.

"Jadi, jangan kita saling menyalahkan. Kenapa China masuk? Kenapa Korea masuk? Kenapa Amerika Serikat masuk? Kenapa Eropa masuk? Ini menjadi tantangan untuk kita semua," ujarnya.

"Saya yakin ke depannya perbankan nasional akan melihat ini (industri nikel) sebagai suatu kesempatan bagus untuk meningkatkan investasi kita di dalam negeri," katanya melanjutkan.

Bahlil berharap ke depan potensi keuntungan di sektor pertambangan ini bisa dilirik oleh perbankan nasional untuk meningkatkan nilai investasi dalam negeri. Sebab menurutnya, saat ini yang paling banyak mendapatkan hasil dari industri pertambangan adalah mereka yang telah berinvestasi membangun industri tersebut salah satunya adalah China.


Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas