Utang Pemerintah Rp7.849 Triliun, JK Bilang Setiap Tahun Bayar Rp1.000 Triliun, Menkeu: Bisa Dibayar
Pembayaran utang pemerintah saat ini diklaim masih terjaga dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Utang pemerintah Indonesia hingga akhir April 2023 mencapai Rp7.849,89 triliun, di mana setiap tahunnya harus membayar Rp1.000 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pembayaran utang pemerintah saat ini masih terjaga dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Menurutnya, pengelolaan utang itu telah memiliki jangka waktu pembayaran di setiap tahunnya.
Baca juga: AHY Sebut Utang Negara Saat Ini Hampir Rp 8.000 Triliun
"Kita kan kalo lihat dari data dan pengelolaan utang tiap tahun, kita tahu beberapa utang itu kan ada jangka waktunya," kata Sri Mulyani kepada wartawan di kawasan DPR, dikutip Kamis (25/5/2023).
"Jadi kita pasti untuk yang jatuh tempo maupun untuk pembayaran utangnya itu sudah ada di dalam APBN, dan itu masuk didalam strategi pembiayaan tiap tahun," jelasnya.
Selain itu, Menkeu yang kerap disapa Ani ini menuturkan, pembayaran utang pemerintah yang terpenting adalah di jatuh tempo.
Sebab, kata dia, nilai beban utang negara dinilai akan sustainabitas.
"Yang kita lakukan dalam hal itu yang paling penting prinsipnya yang jatuh tempo, bisa di bayar kemudian beban utang tetap manageable. Itu yang masuk dalam sustainabitas," tuturnya.
Setiap Tahun Bayar Rp1.000 Triliun
Wakil Presiden Ke-10 dan 12 Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) menyinggung utang luar negeri yang semakin menumpuk di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Hal itu dia sampaikan saat menyampaikan pidato dalam hari ulang tahun (HUT) ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/5/2023).
JK mengatakan, ekonomi Indonesia memiliki permasalahan baik di dalam dan luar negeri, khususnya utang luar negeri yang semakin menumpuk.
Ia membenarkan utang luar negeri Indonesia yang besar seperti yang disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono di tempat yang sama.
Petinggi Partai Golkar ini menegaskan, pembayaran utang luar negeri Indonesia menembus angka terbesar sepanjang sejarah republik ini berdiri.
"Pak AHY tadi mengatakan utang besar, betul, setahun bayar utang lebih Rp 1.000 triliun, terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka," kata dia.
JK mengaku terlibat dalam kebijakan utang tersebut karena menjadi Wakil Presiden saat Jokowi menjabat periode pertama sebagai presiden.
Namun, menurut JK, yang lebih penting saat ini adalah perubahan agar utang negara ini tidak berdampak pada masalah sosial yang semakin meluas di Indonesia.
Utang Mengalami Penurunan
Kemenkeu mencatat, utang pemerintah pada akhir April 2023 mencapai Rp 7.849,89 triliun. Nilai ini berkurang Rp 29 triliun dibandingkan bulan sebelumnya.
Mengutip Buku APBN Kita Edisi Mei 2023, rasio utang Pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per akhir April 2023 berada di batas aman alias jauh di bawah 60 persen PDB, sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Rasio utang pada April tersebut menurun menjadi 38,15% PDB, jika dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 39,17% PDB. Baik secara nominal maupun rasio, posisi utang mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.
Baca juga: Malapetaka Ekonomi Ancam AS, 1 Juni Gagal Bayar Utang Luar Negeri
Hal ini dipengaruhi oleh mutasi pembiayaan baik dari instrumen Pinjaman maupun SBN, yang mana pembayaran cicilan pokok utang pada bulan April lebih besar dari pada pengadaan/penerbitan utang baru, serta adanya apresiasi rupiah terhadap major currency valas (EUR, JPY, USD) pada April 2023 dibandingkan Maret 2023.
Faktor lainnya yang mendorong penurunan utang adalah penguatan mata uang rupiah terhadap beberapa mata uang utama dunia, seperti euro, yen dan dolar AS pada bulan lalu dibandingkan Maret 2023.
Utang pemerintah terdiri atas instrumen SBN alias obligasi dan pinjaman. Utang berbentuk SBN tercatat sebesar Rp 7.007,03 triliun per akhir bulan lalu.
Nilainya berkurang Rp 6,5 triliun dalam sebulan karena penurunan pada SBN valuta asing lebih besar dibandingkan peningkatan pada SBN domestik rupiah.
Pola serupa juga terlihat pada utang pemerintah berbentuk pinjaman. Posisi pinjaman pemerintah sebesar Rp 842,86 triliun, berkurang Rp 22,6 triliun dari bulan sebelumnya.
Penyebabnya, nilai pinjaman luar negeri pemerintah yang berkurang saat pinjaman di dalam negeri meningkat. Penurunan tersebut baik yang berasal dari pinjaman bilateral, multilateral maupun bank komersial.
Ke depan, Pemerintah senantiasa melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dengan risiko yang terkendali melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo.
Sejalan dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.
Selain itu, Pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan tenor menengah panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif.
Per akhir April 2023, profil jatuh tempo utang Indonesia terbilang cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di kisaran 8 tahun.
Selanjutnya, guna meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang, Pemerintah terus berupaya mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid.
Salah satu strateginya adalah melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDG (SDG Bond).
Selain itu, peranan transformasi digital dalam proses penerbitan dan marketing SBN, khususnya SBN Ritel yang didukung dengan sistem online juga tak kalah penting, mampu membuat pengadaan utang melalui SBN menjadi semakin efektif dan efisien, serta kredibel.