Harga Minyak Melonjak Lebih dari 2 Dolar AS per Barel Usai Arab Saudi Berjanji Pangkas Produksi
Adapun pemangkasan yang dijanjikan oleh Arab Saudi berada di atas kesepakatan yang lebih luas oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPORE – Harga minyak naik lebih dari 2 dolar AS per barel di awal perdagangan Asia pada Senin (5/6/2023), beberapa jam setelah eksportir utama minyak dunia yakni Arab Saudi berjanji untuk memangkas produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari mulai Juli 2023.
Dilansir dari Reuters, minyak mentah Brent berjangka berada di angka 78,42 dolar AS per barel, naik 2,29 dolar AS atau sekitar 3 persen. Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 2,27 dolar AS per barel atau sekitar 3,2 persen menjadi 74,01 dolar AS per barel.
“Output Arab Saudi akan turun menjadi 9 juta barel per hari (bpd) pada Juli dari sekitar 10 juta bpd pada Mei, penurunan terbesar dalam beberapa tahun,” kata Kementerian Energi Saudi.
Baca juga: Katalog Promo JSM Indomaret Hari Ini: Minyak Goreng Bimoli Rp 36.900 per 2 Liter
Adapun pemangkasan yang dijanjikan oleh Arab Saudi berada di atas kesepakatan yang lebih luas oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutu mereka termasuk Rusia untuk membatasi pasokan hingga 2024.
Kelompok tersebut, yang dikenal sebagai OPEC Plus, memompa sekitar 40 persen minyak mentah dunia dan melakukan pemotongan sebesar 3,66 juta barel per hari atau sekitar 3,6 persen dari permintaan global.
"Langkah Arab Saudi kemungkinan akan mengejutkan, mengingat perubahan kuota terbaru hanya berlaku selama sebulan," kata analis ANZ dalam sebuah catatan.
"Pasar minyak sekarang terlihat akan semakin ketat di paruh kedua tahun ini,” sambungnya.
Di saat Arab Saudi berjanji akan memangkas produksi minyak, Uni Emirat Arab (UEA) justru diizinkan menaikkan target produksi sekitar 0,2 juta barel per hari menjadi 3,22 juta barel per hari.
"UEA telah diizinkan untuk memperluas produksi, dengan mengorbankan negara-negara Afrika yang tidak terpilih berdasarkan perjanjian baru,” pungkas ANZ.