Adanya 4 Generasi dalam Satu Korporasi Jadi Tantangan Transformasi Bisnis
Tommy Wattimena, seorang Brand Evangelist dan Big Data Marketing Disciple yang memiliki segudang pengalaman menempati banyak posisi penting.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Arif Fajar Nasucha
"Nah saya ada di X Generation, generasi kejepit. Generasi ini adalah we are really good in profit maximizer, jagoan bikin profit, bikin proses, we maximize profit at any cost. Sebab itu, environment, social is being damaged at our generation, motto kita adalah 'work hard, party hard'," tutur Tommy.
Selanjutnya, muncul generasi saat ini yakni kaum millenial yang narsis dan concern pada aspek eksplorasi experience.
Ia pun membandingkan generasi dirinya dengan generasi saat ini, di mana generasi X biasanya akan mengutamakan beli aset terlebih dahulu dibandingkan jalan-jalan ke luar negeri.
"Datanglah sekarang generasi millenial, generasi narsis, nah ini adalah generasi experience. Jadi kasarnya begini, kalau zaman saya, mesti punya mobil, punya rumah, baru jalan-jalan ke luar negeri," kata Tommy.
Ini berbanding terbalik dengan generasi millenial yang mementingkan eksplorasi pengalaman terlebih dahulu dibandingkan pencapaian.
"Kalau generasi millenial, jalan jalan dulu, it's experience generation, kalau generasi saya suka beli tanah, beli ruko, beli rumah banyak, generasi yang millenial adalah generasi yang experience. Jadi airbnb itu menjadi satu sentric dari millenial generation. Sedangkan kalau saya, karena product era (khas baby boomer) sudah lewat, kita jagoan yang namanya bikin branding, image, emotional differentiation," papar Tommy.
Pada akhirnya, dunia akan mengenal kalangan Z generation, dan tipikal generasi ini telah diprediksi meski belum terbentuk.
Menurutnya, Z generation berbeda dengan millenial yang narsis, karena mereka nantinya tidak terlalu mengutamakan penggunaan media sosial.
"Kemudian datanglah yang baru yang namanya Z generation, not yet terbentuk tapi kita sudah mulai tahu bahwa mereka tidak senarsis kakak-kakaknya. Jadi jarang mereka pakai yang namanya social media," tutur Tommy.
Tommy menjelaskan bahwa Facebook dan Instagram merupakan wadahnya para generasi millenial karena algoritma dua platform tersebut difokuskan berdasarkan sosial.
Ini tentu berbeda dengan Z generation yang mengelompokkan diri mereka berdasar pada ketertarikan, ini terjadi pada platform TikTok yang sedang berkembang pesat penggunaannya di tanah air.
"Jadi kalau millenial itu based on social, jadi kenaoa facebook sama instagram luar biasa di milenial, iti karena mereka algoritmanya berdasarkan sosial. Nah kalau z generation berdasarkan mereka organize them self berdasarkan interest. TikTok pakai interest algoritmanya, nah makanya mereka segmentasinya semakin nggak jelas," jelas Tommy.
Melihat fenomena berbeda pada tiap generasi, tentu hal yang nantinya harus dimiliki untuk menyatukan 4 generasi ini dalam satu lingkup perusahaan adalah tujuan atau purpose, bukan hanya sekadar mencari materi semata.
"Mereka organized them self based on interest, dan mereka merasa bahwa kakak-kakaknya yang narsis, papanya yang rusak alam itu, (karakter) mereka sekarang yang menanyakan, (maka) bisnis dan brand sekarang harus mempunya purpose, nggak cuma cari duit saja," tegas Tommy.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.