Dugaan Terjadi Penyimpangan Impor, Tekstil Asal China Banjiri Indonesia, Ini Langkah Pemerintah
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menduga adanya penyimpangan terhadap barang-barang tekstil impor, terutama dari China.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menduga adanya penyimpangan terhadap barang-barang tekstil impor, terutama dari China.
Hal tersebut terlihat dari membanjirnya produk-produk tekstil dan produk tekstil (TPT) di pasaran, terutama yang dijual secara online.
"Hal ini terlihat dari banyaknya pakaian jadi asal impor di e-commerce dengan harga yang jauh lebih murah dan sampai di konsumen dengan cepat," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis, Selasa (27/6/2023).
Hal ini juga dipermasalahkan sebelumnya oleh beberapa pihak, selain pakaian bekas impor, membanjirnya pakaian produk China membuat industri dalam negeri kalang kabut, hingga terjadi banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Baca juga: Kantornya Didemo Pedagang Pakaian Bekas, Wamendag: Impornya yang Kita Larang
Agus menyebutkan, pihaknya akan mengevaluasi keberadaan Pusat Logistik Berikat (PLB) yang berjumlah 106 PLB, tersebar di 159 lokasi.
Menurutnya perlu evaluasi terhadap PLB tersebut perlu dilakukan lantaran disinyalir ada penyimpangan pengeluaran barang asal impor dari PLB yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PMK Nomor 28/PMK.04/2018 j.o. PMK Nomor 272/PMK.04/2015 Tentang Pusat Logistik Berikat.
Langkah berikutnya, kata Agus, menindaklanjuti Usulan Insentif Keringanan Pembayaran Listrik untuk Industri yang disampaikan melalui persuratan oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) kepada Direktur Utama PT PLN (Persero) berupa relaksasi pembayaran tagihan listrik, penetapan besaran denda keterlambatan pembayaran dengan rate wajar, penetapan satu tarif listrik (tarif luar waktu beban puncak bagi industri yang beroperasi 24 jam), pemberian keringanan tarif listrik, dan pelonggaran penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.
Ia mengatakan, pihaknya telah mengambil kebijakan melalui program peningkatan ekspor, pengendalian impor, serta peningkatan daya saing industri.
Program peningkatan Ekspor dijalankan dengan mendorong kerja sama Free Trade Agreement (FTA) dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Selanjutnya, memperkuat promosi guna mencari pasar. Sedangkan pengendalian impor ditempuh melalui harmonisasi tarif, penerapan trade barrier BMTP dan BMAD, pelaksanaan pemberian alokasi Persetujuan Impor (PI) dan Verifikasi Kemampuan Industri (VKI) dalam rangka Neraca Komoditas, dan pengembangan Indonesia Smart Textile Industry Hub (ISTIH).
Untuk meningkatkan daya saing industri, pemerintah melakukan pengembangan dan pelatihan SDM industri, restrukturisasi mesin dan peralatan industri, serta memberikan subsidi harga gas bumi tertentu (HGBT), dalam hal ini bagi industri hulu tekstil.
“Kebijakan-kebijakan yang ditempuh dalam rangka pengamanan pasar dalam negeri yang akan diambil, diharapkan dapat meminimalisasi dampak dari resesi global terhadap ekonomi nasional berupa penurunan permintaan dan menjaga pasar dalam negeri dari serangan barang asal impor khususnya dari Tiongkok,” ucap dia.
Ekspor Turun
Menperin mengatakan, langkah strategis untuk industri TPT yang saat ini terkontraksi dan mengalami penurunan ekspor.
Kondisi ini tidak lepas dari situasi ekonomi dunia yang pertumbuhannya diprediksi International Monetary Fund (IMF) melambat menjadi 2,9 persen pada 2023.
Bank Indonesia juga memprediksi perlambatan Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat pada 2023 sebesar 0,9 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal yang sama juga terjadi pada kawasan Eropa dan negara tujuan ekspor lainnya.
Baca juga: PPATK Telusuri Dugaan Pencucian Uang Dalam Aliran Dana Impor Pakaian Bekas Senilai Rp 1 Triliun
Selain itu, pasar produk TPT juga mengalami serbuan impor dari China. Negeri Tirai Bambu itu mengalami penumpukan persediaan akibat menurunnya permintaan dari Amerika Serikat dan Eropa, sehingga mulai mencari negara pasar baru untuk menampung hasil produksinya, termasuk Indonesia.
“Apalagi Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang cenderung stabil dan populasi penduduk yang besar. Hal ini menjadikan kita sebagai tujuan pasar yang potensial bagi produk TPT asal Tiongkok,” kata Menperin.
Agus mengatakan situasi tersebut memberikan ancaman bagi industri tekstil dalam negeri. Karenanya kata dia, pemerintah perlu segera mengambil kebijakan pengamanan pasar dalam negeri untuk meminimalisasi dampak dari menurunnya permintaan dan potensi dumping dari China.
“Kami memperoleh laporan bahwa industri serat mulai mengurangi produksinya. Hal ini terjadi karena impor serat dan filamen sintetis, serta kain yang mulai membanjiri pasar dalam negeri,” ujarnya.
Agus mengatakan, kondisi tersebut juga menyebabkan pengurangan tenaga kerja yang cukup signifikan. Hingga saat ini, telah terjadi pengurangan tenaga kerja berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor industri TPT hingga mencapai 70.000 orang.
Respons pemerintah Berdasarkan hal tersebut, Agus mengatakan pihaknya mengambil kebijakan mitigasi berupa kebijakan jangka pendek dengan meningkatkan pengawasan pasar tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri dan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait.
"Serta kebijakan jangka panjang dengan menjaga pasar TPT dalam negeri, meningkatkan kinerja industri TPT, dan melakukan konektivitas industri TPT dari hulu, antara, hingga ke hilirnya," tuturnya.
Bea Masuk
Pemerintah juga memantau pengamanan pasar dalam negeri yang telah diterapkan berupa penerapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk produk benang, kain, tirai, dan karpet serta Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk produk polyester staple fiber (PSF).
Selain itu, Kemenperin mengusulkan perubahan kebijakan pelarangan terbatas (lartas) melalui Surat Nomor B/312/M-IND/IND/XII/2022 tanggal 28 Desember 2022 dan Surat Nomor B/210/IKFT/IND/IV/2023.
"Dalam surat tersebut, Kemenperin mengusulkan perubahan lartas, menarik pengawasan dari post border ke border untuk produk pakaian jadi dan aksesoris pakaian serta barang jadi tekstil, serta meningkatkan pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 jo Nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor khususnya untuk pakaian bekas dan barang bekas lainnya (HS 6309.00.00)," kata dia.
Agus mengatakan, pihaknya akan menyusun Standar Bidang Industri, meliputi perumusan Spesifikasi Teknis (ST) dan Pedoman Tata Cara (PTC). Sebab kata dia, durasi penyusunan ST dan PTC membutuhkan waktu lebih singkat.
Ia menjelaskan, penyusunan ST dan PTC memiliki tujuan untuk memberikan kepastian usaha, kelancaran dan efisiensi transaksi perdagangan di dalam negeri dan Internasional.
"Dengan dilakukannya penyusunan ST dan PTC, diharapkan dapat meningkatkan daya saing nasional, mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, dan kepastian dalam berusaha," kata Agus.
Industri Tekstil Makin Terpuruk
Sebelumnya pelaku industri tekstil mengaku semakin terpuruk dengan kondisi saat ini.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan, kondisi market ekspor industri tekstil di Indonesia terpuruk pasca Pandemi Covid-19.
Baca juga: Mencoba Peruntungan Berburu Pakaian Impor di Pasar Senen Jakarta Pusat, Harga Mulai Rp 5 Ribu
"Saat ini semenjak pasca Covid-19 market ekspor kita terganggu dan market ekspor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) itu kondisinya sangat memprihatinkan, jadi utilitasasi dari hulu ke hilir terpuruk," kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja dalam RDPU dengan Baleg DPR RI secara virtual, Rabu (21/6/2023).
Jemmy mengatakan, saat ini, negara-negara pengekspor tekstil dan produk tekstil kesulitan mencari market baru.
Ia juga menyayangkan, banyak negara pengekspor menyasar Indonesia sebagai market baru. Karenanya, menurut dia, industri tekstil dalam negeri membutuhkan perlindungan melalui regulasi.
"Industri tekstil adalah industri yang perlu perlindungan dengan regulasi. Mungkin kita bisa belajar dari negara lain seperti China, Bangladesh, Turki, India mereka sangat regulated terhadap industri tekstil karena menyerap banyak tenaga kerja dari hulu sampai hilirnya banyak," ujarnya.
Lebih lanjut, Jemmy mengusulkan, DPR dan pemerintah membentuk Badan Sandang guna melindungi sektor tekstil dan produk tekstil di Indonesia. Baca juga: Curhat Pengusaha Tekstil Sepi Orderan di Awal Ramadhan 2023 Ia mengatakan, hal itu perlu dilakukan untuk menjaga ekosistem tekstil di Indonesia dari hulu ke hilir.
"Perlu disampaikan di industri hulunya pun utilisasi sudah di bawah 50 persen. Jadi banyak industri hulu yang setop beroperasi. Kita harapkan perlindungan industri TPT ini sangat dibutuhkan, ekosistem kita jangan sampai rontok, kalau rontok dibangun lagi susah," ucap dia. (Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)