Ini Sikap Kementerian ESDM Soal Permintaan IMF Agar Indonesia Cabut Larangan Ekspor Nikel
Pemerintah masih tetap mengambil sikap untuk melaksanakan kebijakan hilirisasi mineral dan batubara sesuai ketentuan Undang-Undang.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menanggapi permintaan Dewan Eksekutif International Monetary Fund (IMF) terhadap pemerintah Indonesia agar mencabut larangan ekspor nikel secara bertahap.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif mengatakan, sampai saat ini belum ada pembahasan lintas kementerian soal permintaan tersebut.
Ia menegaskan, pemerintah masih tetap mengambil sikap untuk melaksanakan kebijakan hilirisasi mineral dan batubara sesuai ketentuan Undang-Undang.
Baca juga: Larangan Ekspor Nikel Digugat ke WTO, Jokowi Minta Menterinya Maju, RI Tak Boleh Diatur Negara Lain
"Kebijakan pemerintah sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 diwajibkan hilirisasi," kata Irwandy dikutip dari kepada Kontan, Selasa (27/6/2023).
Diketahui, pemerintah telah mulai memberlakukan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020 silam.
Kebijakan ini mendorong pembangunan smelter pengolahan nikel di dalam negeri secara marak.
Terbaru, pemerintah telah menetapkan larangan ekspor bijih bauksit per 10 Juni 2023.
Sebelumnya, dalam rilis yang dipublikasikan di laman IMF pada 25 Juni 2023.
Dewan Eksekutif IMF memahami langkah diversifikasi Indonesia yang berfokus pada kegiatan hilirisasi komoditas mineral mentah seperti nikel.
Langkah Pemerintah Indonesia untuk peningkatan nilai tambah untuk ekspor, upaya menjaring investasi asing secara langsung dan alih keterampilan seperti teknologi pun turut diapresiasi.
Selain itu, pengambilan kebijakan dinilai perlu dilakukan dengan mekanisme analisis biaya dan manfaat yang lebih lanjut serta meminimalisir dampak pada negara lainnya.
"Dalam konteks itu, (Dewan Eksekutif) mengimbau untuk mempertimbangkan penghapusan pembatasan ekspor secara bertahap dan tidak memperluas pembatasan pada komoditas lain," demikian dikutip dari laman resmi IMF, Selasa (27/6).
(Dimas Andi/Kontan)