Hilirisasi Masih Setengah-setengah, Ekonom Sarankan Kaji Ulang Larangan Ekspor Biji
Olahan produk nikel yang setengah jadi dinilai hanya akan menguntungkan negara tujuan ekspor.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah disarankan mengkaji ulang aturan larangan ekspor biji nikel karena upaya hilirisasi sektor nikel dinilai belum berjalan secara optimal.
Saran itu disampaikan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Dia mengatakan, hilirisasi sektor nikel saat ini masih berjalan setengah-setengah.
Pasalnya, produk olahan yang dihasilkan baru sebatas Nickel Pig Iron (NPI) dan Ferronickel (FeNi).
"Sementara insentif yang diberikan begitu besar, tentu ini juga akan mengakibatkan tidak efektifnya larangan ekspor nikel," kata Bhima kepada Kontan, Selasa (27/6/2023).
Bhima menambahkan, langkah untuk mendorong hilirisasi tak perlu dilakukan dengan melakukan proteksi melalui kebijakan larangan ekspor. Apalagi, dengan cara ini maka ada potensi Indonesia kalah dalam gugatan di WTO oleh Uni Eropa.
Olahan produk nikel yang setengah jadi dinilai hanya akan menguntungkan negara tujuan ekspor.
Terlebih, selama ini praktik pembelian bijih nikel oleh perusahaan smelter dengan harga lebih rendah dibandingkan harga internasional masih marak terjadi.
"Hilirisasinya masih setengah ini langsung diekspor ke Tiongkok terutama, itu artinya nilai tambah yang besar yang dinikmati oleh Tiongkok dibandingkan ke dalam negeri," imbuh Bhima.
Di sisi lain, Dewan Eksekutif International Monetary Fund (IMF) dalam rilis terbarunya meminta Pemerintah Indonesia mempertimbangkan untuk mencabut larangan ekspor bijih nikel secara bertahap.
Bhima menjelaskan, dengan berbagai persoalan yang ada maka pemerintah perlu mempertimbangkan langkah pencabutan larangan ekspor bijih nikel.
Baca juga: Ini Sikap Kementerian ESDM Soal Permintaan IMF Agar Indonesia Cabut Larangan Ekspor Nikel
"Terlepas dari permintaan IMF, ya dari dulu dibatalkan saja ekspor nikel ini. Jadi tidak salah, kita melakukan hilirisasi tetapi sebenarnya masih banyak yang harus dievaluasi," tegas Bhima.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengungkapkan, permintaan IMF bersifat saran bagi pemerintah Indonesia.
Baca juga: Soal Ekspor Ilegal 5 Juta Ton Nikel ke China, Luhut: Bisa Dipidanakan
Menurutnya, kebijakan hilirisasi yang sudah berjalan saat ini sudah cukup baik. "Kebijakan Indonesia dalam rangka hilirisasi pertimbangan sudah baik sehingga perlu dilanjutkan," tegas Eddy.
Laporan reporter: Dimas Andi | Sumber: Kontan