Aktivitas Pabrik Manufaktur di China Menurun, Ekonomi Beijing Mengalami Kontraksi
Data terbaru menunjukkan ekonomi global melambat, yang kemungkinan akan memberikan tekanan lebih lanjut pada permintaan eksternal dalam beberapa bulan
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Aktivitas pabrik manufaktur di China selama tiga bulan terakhir dilaporkan berkontraksi, imbas menurunnya daya beli masyarakat global pasca ekonomi dunia dihantam inflasi.
Menurut data yang dirilis Biro Statistik Nasional (NBS) jumlah pesanan baru di bulan Juni hanya mampu mencatatkan lonjakan sebesar 48,6. Jumlah tersebut merosot tajam bila dibandingkan dengan indeks ekspor lima bulan terakhir.
Tak hanya itu, data indeks manajer pembelian (PMI) non-manufaktur selama bulan Juni juga terpantau anjlok di level 53,2. Berbanding terbalik dengan indeks PMI bulan Mei dan April yang sanggup melonjak ke kisaran 54,5 dan 56,4.
Baca juga: Pelemahan Ekonomi China Berdampak Pada Perdagangan dan Investasi Indonesia
“Momentum ekonomi masih cukup lemah di China. Data terbaru menunjukkan ekonomi global melambat, yang kemungkinan akan memberikan tekanan lebih lanjut pada permintaan eksternal dalam beberapa bulan mendatang," kata Presiden dan Kepala Ekonom Pinpoint Asset Management Zhang Zhiwei,
Mengutip dari Nikkei Asia, kemunduran yang terjadi pada industri manufaktur China terjadi lantaran dampak dari krisis ekonomi yang menghantam berbagai negara.
Kondisi ini yang kemudian memicu bank sentral di sejumlah negara memperketat kebijakan moneternya, dengan menaikan suku bunga demi menekan lonjakan inflasi.
Namun sayangnya pasca kebijakan ini diberlakukan, daya minat beli investor dunia terhadap pasar China mulai mengalami penurunan.
Kondisi tersebut kian diperparah dengan memanasnya perang dingin antara pemerintah China dengan Amerika hingga memicu adanya aksi boikot perdagangan.
Rangkaian tekanan tersebut yang membuat pasar manufaktur China berkontraksi di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Kendati saat ini industri pabrik di China tengah mengalami kontraksi, namun Perdana Menteri Li Qiang mengatakan selama tahun 2023 negaranya masih berada di jalur yang tepat untuk mencapai target pertumbuhan 5 persen.
Lebih lanjut, mencegah terjadinya pembengkakan kerugian, berbagai cara kini mulai dilakukan pemerintah China untuk menstimulasi ekspor negaranya, termasuk meluncurkan langkah-langkah yang lebih kuat untuk meningkatkan momentum pembangunan ekonomi, mengoptimalkan struktur ekonomi, dan mendorong pemulihan yang berkelanjutan.