Pentingnya Strategi Hadapi Dampak El Nino dan Stop Pemborosan Makanan
Indonesia dihadapkan pada ancaman kekeringan karena fenomena El Nino yang bisa berdampak pada produksi pangan secara nasional
Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Sanusi
Bahkan menurut data Bappenas, sampah makanan di Indonesia mencapai 23 sampai 48 juta ton per tahun, atau setara dengan 115 sampai 184 kilogram per orang per tahun. Besarnya sampah makanan berdampak terhadap sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Akibat sampah makanan ini pula, Bappenas memperkirakan negara setidaknya mengalami kerugian ekonomi yang mencapai Rp213 triliun sampai Rp551 triliun per tahun, atau setara dengan 4 sampai 5 persen PDB Indonesia.
Baca juga: Anggota DPR I Made Urip Ingatkan “Pedang Bermata Dua” Dampak El Nino di Indonesia
“Sampah makanan juga menyumbang sekitar 8 sampai 10 persen emisi gas rumah kaca, sehingga saya kira ke depan mendesak ada perubahan budaya masyarakat, melalui kampanye program ‘makan secukupnya’ atau ‘cukup satu porsi’ untuk mengubah perilaku masyarakat, dengan mengambil makanan sedikit, dan dapat menambah makanan sesuai porsinya jika diperlukan,” katanya.
Hal ini semata untuk mencegah terjadinya mubazir pangan yang kemudian menjadi sampah makanan. Kampanye program “belanja dengan bijak” untuk mengurangi stok makanan berjamur dan kadaluarsa juga harus terus dilakukan.
Selain itu diperlukan tempat penyimpanan makanan yang baik, untuk menghindari makanan menjadi basi. Di samping perlu program “berbagi makanan” untuk menghindari kadaluarsa makanan, misalnya bekerja sama dengan pasar modern atau supermarket untuk menyalurkan makanan yang mendekati kadaluarsa. Hal itu tidak lain agar pemborosan makanan bisa ditekan sehingga ketahanan pangan terwujud secara berkualitas di Indonesia.
Pada kesempatan yang sama Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan riset World Food Programme (WFP) menunjukkan negara dengan kerawanan iklim semakin tinggi cenderung akan menimbulkan kerawanan pangan yang berdampak pada populasi masyarakat dengan gizi kurang (undernourished).
“Indonesia termasuk wilayah dengan kerawanan iklim medium, sehingga diperlukan awareness dan antisipasi untuk mengurangi potensi krisis pangan. Perlu political will dan langkah aksi bersama untuk meningkatkan produksi beras, kedelai, daging lembu, dan gula konsumsi agar dapat memenuhi kebutuhan nasional,” kata Arief.