Dolar AS Belum Goyah, Rupiah Senin Ini Bisa Makin Betah di Zona Merah
Analis pasar uang sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, rupiah berpotensi menuju Rp 15.210 per dolar AS.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan masih berada di zona merah pada hari ini, Senin (10/7/2023), dari akhir pekan lalu ditutup melemah 86,5 poin atau 0,57 persen ke Rp 15.142 per dolar AS.
Analis pasar uang sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, rupiah berpotensi menuju Rp 15.210 per dolar AS.
"Untuk perdagangan Senin, mata uang rupiah (diprediksi) fluktuatif. Namun, ditutup melemah di rentang Rp 15.130 per dolar AS hingga Rp 15.210 per dolar AS," ujar dia mengutip risetnya, Senin (10/7/2023).
Baca juga: Jumat Pagi, Rupiah Dibuka Langsung Ambruk ke Rp 15.123 Per Dolar AS
Dia menjelaskan, sentimen eksternal yang memengaruhi mata uang Garuda, yakni dolar AS bertahan dalam kisaran yang kuat pada Jumat akhir pekan lalu.
Sebab, investor menunggu laporan pekerjaan utama AS dan menimbang prospek suku bunga Bank Sentral AS atau The Fed yang lebih tinggi untuk prospek pertumbuhan ekonomi.
Kemudian, laporan nonfarm payrolls yang diawasi ketat akan dirilis pada hari sama, di mana ekspektasi ekonomi AS akan menambah 225.000 pekerjaan pada bulan Juni.
Rilis tersebut mengikuti data pada hari Kamis yang menunjukkan gaji swasta melonjak bulan lalu, di saat jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran meningkat, menunjukkan pasar tenaga kerja tetap kokoh.
"Itu membuat imbal hasil Treasury AS meningkat karena taruhan tumbuh bahwa Fed harus menaikkan suku bunga lebih jauh untuk menjinakkan inflasi, meskipun dolar diperdagangkan dalam kisaran sempit karena pasar tetap waspada menjelang rilis daftar gaji," kata Ibrahim.
Sebelumnya, dirinya melihat pasar mulai menilai peluang yang lebih besar untuk kenaikan suku bunga lanjutan oleh Fed tahun ini.
Baca juga: Rupiah Loyo di Hadapan Dolar AS, Ditutup Turun 38 Poin ke Level Rp 15.056
"Dengan harga Fed Fund berjangka menunjukkan harga pasar dalam peluang hampir 92 persen untuk kenaikan 25 basis poin pada akhir Juli," tutur dia.
Sementara itu, faktor yang memengaruhi rupiah juga adalah ekonomi global saat ini tengah mengalami masa sulit, bahkan berada pada pijakan yang berbahaya.
Hal tersebut bisa terlihat dari pelambatan yang tajam dan tersinkronisasi, di mana banyak pengamat menganggap perekonomian negara-negara di dunia, 70 persen mengalami pertumbuhan lebih lemah tahun ini dibanding tahun sebelumnya.
Tak hanya itu, penurunan ekonomi yang terjadi sifatnya drastis atau menurun tajam dan pertumbuhan global akan menurun dari 3 persen tahun lalu menjadi sekira 2 persen.
Baca juga: Keok, Rupiah Siang Ini Melemah ke Level Rp 15.058 Per Dolar AS
Lebih lanjut, Ibrahim menjelaskan, dalam kasus perekonomian di negara maju mengalami perlambatan bahkan lebih dalam.
Beberapa alasan yang menyebabkan perlambatan ekonomi, satu di antaranya kebijakan moneter ketat sudah terjadi selama 18 bulan terakhir.
Selain itu, tantangan perbankan, kondisi kredit yang memburuk, dan perdagangan global melambat sangat tajam turut mempengaruhi penurunan ekonomi global.
Semakin banyak negara yang merasakan dampak pengetatan kondisi keuangan, meski inflasi telah turun, angkanya masih tinggi, sehingga mempengaruhi permintaan.
"Kemudian dampak operasi khusus Rusia ke Ukraina, semakin memperparah kondisi ekonomi global, sehingga ada masalah kepercayaan secara keseluruhan dan prospek yang tidak pasti yang mengurangi investasi di suatu negara. Membuat perlambatan ekonomi semakin nyata," pungkas Ibrahim.