Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Sekjen SPKS: DMO Minyak Goreng Jadi Cara Perusahaan Beli TBS Kelapa Sawit Petani Semurah Mungkin

Perusahaan besar dapat berdalih bahwa rujukan dari DMO merupakan harga yang ditetapkan oleh pemerintah.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Sekjen SPKS: DMO Minyak Goreng Jadi Cara Perusahaan Beli TBS Kelapa Sawit Petani Semurah Mungkin
Endrapta Pramudhiaz
Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2023). 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto membeberkan bagaimana perusahaan besar memanfaatkan celah dalam pembelian Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit petani.

Ia mengatakan, perusahaan menggunakan harga rujukan dari domestic market obligation (DMO) minyak goreng, bukan dari referensi CPO. Hal itu berimbas pada petani menjadi korban karena mereka dibayar semurah mungkin.

"DMO itu jadi rujukan perusahaan untuk membeli TBS semurah-murah mungkin dan menguntungkan perusahaan sebesar-besarnya. Ini yang terjadi di lapangan. Petani jadi korban," kata Darto di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2023).

Baca juga: Mulai Mei 2023, Kemendag Turunkan Besaran DMO Minyak Goreng Menjadi 300 Ribu Ton per Bulan

"Dengan mengklaim pakai DMO, jadi dasar membeli TBS petani dengan harga rendah. Meski harga CPO tinggi," lanjutnya.

Darto mengatakan, perusahaan besar dapat berdalih bahwa rujukan dari DMO merupakan harga yang ditetapkan oleh pemerintah.

"Mereka mempermainkan TBS petani sawit. Dalam konteks DMO, itu digunakan untuk bilang ke petani, 'Saya gunakan DMO, bukan referensi CPO,'" ujar Darto.

BERITA TERKAIT

"Dengan enaknya perusahaan bilang, 'Walaupun CPO tinggi, tapi pemerintah yang menetapkan DMO,'" sambungnya.

Sebelumnya pada Juni 2022, petani sawit pernah mendesak pemerintah untuk menghapuskan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

Sebab, kebijakan DMO dan DPO serta flush out (FO) ini dinilai menjadi penyebab lambatnya ekspor CPO dan anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit.

"Begitu tragisnya nasib petani sawit saat ini, hari demi hari (harga TBS) terus berkurang," kata dia dalam keterangannya, Rabu (19/6/2022), dikutip dari Kompas.com.

Gulat menjelaskan selama ini mekanisme perhitungan harga TBS di Indonesia tidak pernah menggunakan komponen biaya produksi atau harga pokok produksi (HPP), melainkan dengan melihat hasil tender internasional di Rotterdam, yang kemudian ditender di dalam negeri

"Harga tender di dalam negeri sangat mencengangkan yaitu hanya Rp 8.000, sedangkan harga tender CPO internasional itu mencapai Rp 20.400," tutur dia.

Menurut Gulat, perbedaan harga TBS di dalam negeri dan internasional ini disebabkan oleh sejumlah aturan yang ditetapkan pemerintah seperti DMO dan DPO.

Oleh sebab itu, petani berharap pemerintah segera menghapuskan beban yang selama ini membuat harga TBS petani anjlok.

Setidaknya, ada dua beban yaitu DMO dan DPO yang bisa segera dihapuskan agar bisa kembali mengerek harga TBS petani di dalam negeri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas