Program Hilirisasi Indonesia Dibenci Uni Eropa, Airlangga: Mereka Tidak Adil
Ketentuan tersebut menjadi tidak adil bagi negara eksportir komoditas seperti Indonesia. Sebab, selain adanya denda, pelaksanaan ekspor juga harus mel
Editor: Hendra Gunawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kebijakan hilirisasi terjadap sejumlah hasil pertambangan membuat negara-negara lain marah.
Bahkan Uni Eropa membalasnya dengan membuat kebijakan yang diskriminatif terhadap barang-barang Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan hilirisasi menjadi tantangan dari pasar global.
Menurutnya banyak negara tidak suka dengan upaya hilirisasi yang dilakukan pemerintah.
Baca juga: Dubes RI untuk Singapura: Produk Perhiasan Jadi Unggulan Pasca Kebijakan Hilirisasi Indonesia
Hal ini ditunjukkan dengan penolakan hingga perumusan kebijakan diskriminatif terhadap komoditas Tanah Air.
"Tentu banyak negara tidak suka dengan kondisi (hilirisasi) seperti ini, beberapa negara menaikkan dinding mereka untuk barang-barang dari Indonesia," tutur dia, dalam Indonesia Data and Economic Conference Katadata 2023, di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Penolakan hilirisasi utamanya disampaikan oleh Uni Eropa. Organisasi negara-negara Eropa itu pun membuat sejumlah kebijakan yang mendiskriminasi ekspor komoditas andalan Indonesia.
Salah satu kebijakan yang dinilai diskriminatif ialah Undang-Undang Bebas Deforestasi Uni Eropa atau EUDR.
Lewat ketentuan tersebut, setiap eksportir wajib menyerahkan dokumen uji tuntas dan verifikasi serta menjamin produknya tidak berasal dari kawasan hasil deforistasi.
Apabila ketentuan itu dilanggar, eksportir akan dikenai denda hingga 4 persen dari pendapatan yang diperoleh Uni Eropa.
Adapun produk ekspor yang tercantum dalam ketentuan itu ialah kopi, kedelai, kakao, karet, kertas, hingga kayu.
"Yang pada ujungnya adalah produk kita tidak kompetitif," katanya.
Menurut Airlangga, ketentuan tersebut menjadi tidak adil bagi negara eksportir komoditas seperti Indonesia. Sebab, selain adanya denda, pelaksanaan ekspor juga harus melewati verifikasi yang akan memakan biaya lebih.
Baca juga: Hilirisasi Nikel Diharapkan Beri Manfaat Bagi Pengembangan UMKM
"Tentu biaya verifikasi akan menjadi sangat mahal dan bukan dibebankan ke konsumer mereka, tapi kepada kita, yang notabene tentu akan mengganggu 17 juta petani kita," tutur Airlangga.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.