Analis Pasar Modal: Perusahaan Berfokus ESG Punya Potensi Bisnis Lebih Cerah
Saham-saham berbasis ESG bisa menjadi pilihan menarik investor saat ini dan berpotensi memberi keuntungan pada masa mendatang
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Analis pasar modal Pardomuan Sihombing mengatakan perusahaan yang berfokus pada Environment, Social, Governance (ESG), perdagangan karbon, dan ekonomi hijau berbasis sumber daya alam memiliki potensi bisnis yang cerah.
“Saham-saham berbasis ESG bisa menjadi pilihan menarik investor saat ini dan berpotensi memberi keuntungan pada masa mendatang atau capital gain. Ini bisa kita lihat dari indeks saham berbasis ESG di bursa yang terus meningkat di atas IHSG," kata Pardomuan yang juga CEO Daksanaya Manajemen, Selasa (1/8/2023).
Baca juga: Perusahaan yang Jalankan ESG, Kinerja Keuangan dan Saham di Bursa Cenderung Bagus
Tingginya minat investor untuk saham-saham berbasis ESG seiring dengan dinamika dan kebutuhan global yang makin menyadari isu-isu lingkungan, sosial, dan tata kelola berkelanjutan.
Saham-saham ESG tercermin dari performa indeks ESG di Bursa Efek Indonesia menunjukkan return positif dalam satu tahun terakhir.
Misalnya Indeks SRI-KEHATI yang bertumbuh 0,44 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tumbuh 0,23 persen.
Dalam bulan Juli 2023 sejumlah perusahaan jasa Testing, Inspection dan Certification (TIC) mulai mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia.
Terkait industri TIC sendiri, menurut Pardomuan, sangat diperlukan dalam proses standarisasi.
Apalagi kebutuhan sertifikasi terkait dengan ESG ke depan semakin tinggi.
Baca juga: Jaga Lingkungan, Perusahaan Tambang Didorong Kedepankan Prinsip ESG
Di Indonesia sendiri perusahaan dituntut menerapkan pembangunan berkelanjutan baik menyangkut green economy di natural resources, sharia economy dan digital economy.
Disisi lain, terkait dengan potensi karbon, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprediksi potensi perdagangan karbon Indonesia bisa mencapai Rp 350 triliun.
Indonesia juga mampu menyerap sekitar 113,18 gigaton karbon yang diperoleh dari luas hutan hujan tropis (25,18 miliar ton karbon), hutan mangrove (33 miliar ton karbon), dan luas lahan gambut (55 miliar ton karbon).
Perdagangan karbon di Indonesia diperkirakan dapat mencapai 300 miliar dolar AS per tahun.
Di antara perusahaan yang akan melantai di Bursa Efek Indonesia adalah PT Mutuagung Lestari Tbk (MUTU International).
Berdasarkan prospektusnya, perusahaan TIC ini akan melepas sebanyak 942,85 juta saham biasa atau maksimal 30 persen dari modal disetor dengan harga berkisar Rp 105 hingga Rp 110 per saham.
MUTU berpotensi mendapatkan dana segar Rp 99 miliar hingga Rp 103,71 miliar. Saat ini perusahaan sedang melakukan proses penawaran dan rencananya akan mencatatkan sahamnya pada 9 Agustus 2023.
Selain melepas saham biasa, MUTU juga akan menerbitkan hingga 235,71 juta Waran Seri I atau setara 10,71 persen modal disetor.
MUTU merupakan afiliasi PT Mitra Investindo Tbk (MITI).
Hubungan afiliasi kedua perusahaan terjadi karena PT Inti Bina Utama (IBU) secara langsung dan PT Baruna Bina Utama (BBU) secara tidak langsung melalui PT Prime Asia Capital merupakan pemegang saham MITI.
Di saat yang sama BBU secara langsung dan IBU secara tidak langsung melalui PT Sentra Mutu Handal merupakan pemegang saham MUTU.
MUTU International mengklaim sudah memiliki ekosistem bisnis yang sesuai untuk bursa karbon yakni sudah diakreditasi sebagai LVV GRK oleh KAN.
Kegiatan validasi dan verifikasi ini adalah salah satu dari bisnis utama MUTU International.
MUTU International juga telah menerbitkan 105 sertifikat dengan skema International Sustainable Carbon Certification (ISCC) pada tahun 2022.
Kini, MUTU International sudah melayani lebih dari 4.000 pelanggan untuk layanan TIC yang tersebar di China, Vietnam, Malaysia, Timur Tengah, Jepang dan beberapa negara Asia Pacific.