Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Indonesia Tak Panik Meski Suku Bunga The Fed Naik, Sektor Investasi Ini Malah Bergairah

Pasar obligasi diprediksi akan naik dan itu merupakan kesempatan yang mesti dimanfaatkan oleh para investor.

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Indonesia Tak Panik Meski Suku Bunga The Fed Naik, Sektor Investasi Ini Malah Bergairah
HO
Talkshow Tumbuh Makna dengan tema “Pengaruh Kenaikan Suku Bunga The Fed Terhadap Ekonomi Global dan Indonesia” belum lama ini. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed) saat ini berada di level 5,25 - 5,50 persen dan jadi tertinggi sejak dalam dua dekade lalu.

Lalu, apa dampaknya bagi ekonomi global dan bagaimana pengaruhnya terhadap ekonomi domestik Indonesia?

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan, kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat sangat jelas memiliki pengaruh bagi negara-negara berkembang. Namun, bagi Indonesia, kenaikan ini ternyata tidak memiliki pengaruh yang signifikan.

Baca juga: Inflasi AS Mulai Pulih, Goldman Sachs Optimistis The Fed Pangkas Suku Bunga di Juni 2024




“Tapi, untuk kasus Indonesia itu agak menarik. Ketika suku bunga negara maju seperti The Fed, biasanya kita juga melakukan hal yang sama, seperti yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI). Tapi kali ini berbeda, kenaikan suku bunga dari The Fed ternyata tidak diikuti oleh kenaikan suku bunga BI.

Faktornya banyak, karena menaikan suku bunga secara agresif dapat berdampak pada pinjaman konsumen yang akan jauh lebih mahal dan akan mengganggu pemulihan konsumsi domestik. Selain itu, banyak industri yang juga akan terpengaruh dengan kenaikan suku bunga tersebut,” ujar Bhima dalam Talkshow Tumbuh Makna dengan tema “Pengaruh Kenaikan Suku Bunga The Fed Terhadap Ekonomi Global dan Indonesia” belum lama ini, seperti dikutip Senin (14/8/2023).

Lebih jauh, Bhima menganalisis bahwa roda ekonomi Indonesia lebih terhubung dengan pergerakan ekononi Tiongkok ketimbang Amerika. Dengan begitu, kenaikan suku bunga The Fed tidak secara otomatis mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Karena Tiongkok adalah salah satu negara asal investasi yang terbesar, dan mitra investasi Indonesia. Kedua, mereka adalah mitra dagang. Kita ekspor ke Tiongkok itu bisa seperempat dari total ekspor Indonesia, kira-kira sekitar 25 persen kita kirim ke Tiongkok, dan itu tentu sangat mempengaruhi,” tuturnya.

BERITA TERKAIT

Bahkan Bhima kembali menjelaskan dengan mengambil riset sebuah studi, bahwa setiap satu persen penurunan ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, pengaruhnya ke Indonesia hanya 0,01 persen.

Namun jika ekonomi Tiongkok turun 1 persen saja dalam PDB mereka, maka imbas ke Indonesia bisa mencapai 0,3 persen.

“Jadi kita lebih sensitif dengan ekonomi Tiongkok. Sehingga kenaikan suku bunga AS belum tentu berdampak langsung ke capital market maupun surat utang di Indonesia, setidaknya dalam jangka waktu yang dekat,” tambahnya.

Meski fundamental ekonomi nasional kuat, Bhima menyatakan Indonesia perlu mewaspadai gejolak ekonomi yang akan terjadi pada tahun depan.

“Semester II 2023 dan 2024 akan banyak dinamika yang terjadi. The Fed tetap penting untuk diperhatikan tapi mesti ditambah dengan faktor-faktor lainnya sehingga kita bisa mitigasi beberapa risiko. Inflasi di Indonesia saat ini masih bisa ditahan, cadangan devisanya masih bagus, suku bunga pun masih bisa ditahan, tapi kalau Amerika suku bunganya masih terus 5,25 persen, maka kita harus tawarkan bunga. Karena bila ada penyesuaian jangka panjang, kasihan industri karena suku bunga pinjaman juga akan menjadi mahal dan pengaruhnya juga pada penyaluran pertumbuhan kredit perbankan dan berdampak pada imbal hasil yang harus ditawarkan oleh berbagai instrumen investasi di Indonesia,” katanya.

Bhima meyakini ekonomi kuartal III 2023 nanti akan banyak tantangan yang mesti diwaspadai, terutama mengenai ketidakseimbangan antara pendapatan dan kebutuhan.

“Di kuartal III ini, ada kebutuhan yang terus meningkat, meskipun inflasi kita terbilang cukup baik dan terkendali bahkan agak sedikit menurun, tapi yang perlu diketahui di kuartal II adalah ini tidak ada momen musiman dimana masyarakat bergerak untuk berwisata secara masif, itu tantangannya. Di kuartal III biasanya belanja pemerintah mulai meningkat tetapi belum setinggi di kuartal IV. Meski begitu, kemungkinan pertumbuhan pada kuartal III berada pada kisaran 4,9 persen,” katanya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas