Dampak Sanksi Perang, Bank Sentral Rusia Dongkrak Suku Bunga Jadi 12 Persen
Langkah darurat ini diambil Rusia usai mata uang rubel terus mencatatkan pelemahan nilai hingga anjlok ke level terendah.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Bank sentral Rusia resmi menaikkan suku bunga acuan sebesar 350 basis poin (bps) menjadi 12 persen.
Langkah darurat ini diambil Rusia usai mata uang rubel terus mencatatkan pelemahan nilai hingga anjlok ke level terendah.
Dimana mata uang Rusia kehilangan nilai tukarnya sebesar 30 persen terhadap greenback.
Baca juga: Dibayangi Ancaman Deflasi, Bank Sentra China Pangkas Suku Bunga Acuan Terbesar Sejak 2020
Pelemahan ini yang membuat rubel meluncur melewati 100 terhadap dolar AS hingga jadi yang terendah dalam 17 bulan terakhir.
"Rubel yang lemah memperumit restrukturisasi ekonomi dan berdampak negatif pada pendapatan riil penduduk. Demi kepentingan ekonomi Rusia — rubel yang kuat," katanya.
Melansir dari Anadolu Ajansı, penurunan rubel mulai terjadi usai para investor kompak menjual cadangan uang rubelnya akibat tertekan sanksi dagang Amerika, kondisi tersebut kian diperparah lantaran puluhan perusahaan asing yang hengkang dari Rusia kompak menjual aset valas negara.
Serangkaian tekanan ini yang membuat mata uang rubel mencatatkan penurunan karena pendapatan ekspor lebih rendah dari impor.
Dengan pengetatan moneter yang diberlakukan Bank sentra Rusia, diharap dapat membatasi adanya risiko stabilitas harga.
"Kebijakan moneter yang lunak telah membuat rubel depresiasi dan inflasi meningkat, alasan ini yang mendorong Bank sentral Rusia untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 350 basis poin (bps) menjadi 12 persen,” jelas Penasihat ekonomi Presiden Vladimir Putin, Maxim Oreshkin.
Kenaikan suku bunga bukan kali pertama yang dilakukan Bank Sentral Rusia, sebagai informasi pada akhir Februari 2022 Bank Sentral Rusia sempat mengerek naik suku bunga darurat menjadi 20 persen untuk mengendalikan gejolak ekonomi akibat sanksi perang yang diberlakukan As dan para negara sekutu.
Meski pengetatan tersebut sempat mendapat protes dari sejumlah investor, namun pasca suku bunga dinaikkan inflasi Rusia perlahan mulai stabil, nilai rubel jug mulai terangkat naik.
Akan tetapi kondisi ini tak bertahan lama, memasuki kuartal pertama 2023 prospek ekonomi negara beruang merah ini menyusut menjadi 1,9 persen secara Year on Year (YoY).
Bahkan imbas penurunan ini Kementerian Ekonomi Rusia terpaksa memangkas proyeksi Produk Domestik Bruto (PDB) ke kisaran 2,2 persen pada kuartal pertama 2023.
Sementara Bank sentral Rusia kembali menaikan suku bunga ke level tertinggi dan juga turut menurunkan target PDB negaranya menjadi 2,3 persen. Demi menstabilkan perekonomian negara.