Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kisah Kepala Bappenas Sempat Terjebak di Kota di Tengah Danau di Selandia Baru Akibat Cuaca Buruk

Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menceritakan kisahnya terjebak di kota yang terletak di tengah Danau Wakatipu, Selandia Baru.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Kisah Kepala Bappenas Sempat Terjebak di Kota di Tengah Danau di Selandia Baru Akibat Cuaca Buruk
Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menceritakan kisahnya terjebak di kota yang terletak di tengah Danau Wakatipu, Selandia Baru.

Saat itu, Suharso tengah melakukan perjalanan ke Selandia Baru untuk melihat bagaimana negara tersebut mengurusi danaunya.

Di tengah kondisi cuaca yang sedang buruk, Suharso bercerita bersama rombongannya sempat terjebak di kota tersebut karena tak ada pesawat yang bisa masuk.

Baca juga: Bappenas: Angka Kemiskinan Ekstrem Indonesia 1,12 Persen Per Maret 2023

"Saya kemarin mengadakan perjalanan untuk melihat bagaimana sebuah negara di selatan, Selandia Baru, mengurus danaunya. Saya stranded (terdampar) di kota di mana di tengahnya Danau Wakatipu. Kami enggak bisa keluar. Pesawat tak bisa masuk," katanya di acara Dialog Nasional Antisipasi Dampak Perubahan Iklim untuk Pembangunan Indonesia Emas 2045, Senin (21/8/2023).

"Saya bilang, 'Wah, berabe nih. Kita bisa stranded berapa hari di sini.' Untung ada pesawat yang bisa membawa kami ke Auckland, langsung kemudian ke Jakarta. Itu juga karena buruknya cuaca," lanjutnya.

Cerita tersebut Suharso ungkap tak lepas dari perubahan iklim dunia yang saat ini semakin buruk.

BERITA REKOMENDASI

Ia kemudian menjabarkan sejumlah data mengenai perubahan iklim di dunia, yang mana semakin hari semakin mengarah pada meningkatnya suhu rata-rata bumi.

"Berdasarkan laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), suhu rata-rata di muka bumi ini terus meningkat. Suku permukaan global ini sudah mencapai di atas 1,09 derajat celcius. Kenaikan dibandingkan periode 1850 ke 1900," katanya.

Ia mengatakan, angka ini diprediksi akan terus meningkat karena produksi dari gas rumah kaca ke atmosfer itu berlanjut tak henti.

"Pada tanggal 16 Agustus 2023, tercatat konsentrasi karbondiokisda global di atmosfer mencapai 419,55 PPM atau naik 6,3 persen dari tahun 2011," ujar Suharso.

Baca juga: Kepala Bappenas Heran Desa Punya Banyak Program: Jangan Terlalu Dibebani

"Ini disertai dengan kenaikan muka air laut yang sudah mencapai tiga kali lipat dibanding 1900-1971. Akibat mencairnya lapisan es di kutub," sambungnya,


Jika ini terus dibiarkan, kata Suharso, kondisi bumi akan semakin memburuk, di mana dapat berujung pada seluruh sistem kehidupan akan terganggu.

Ketersediaan sumber daya air akan berkurang, potensi kekeringan akan naik, dan dalam situasi seperti itu, ia mengatakan wabah penyakit dan bencana alam mudah untuk hadir.

"Diperkirakan lebih dari 100 juta penduduk dunia akan miskin. Ada 4,8 hingga 5,7 miliar penduduk akan mengalami kekurangan air pada tahun 2050," ujar Suharso.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas