Gembar-gembor Kembangkan BBM Ramah Lingkungan, Menteri ESDM Bilang Stok Bioetanol Belum Memadai
Pengembangan program Pertalite menjadi Pertamax Green 92 dinilai belum memungkinkan dapat terealisasi.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isu pengembangan bahan bakar minyak ramah lingkungan di Indonesia kini tengah santer diperbincangkan. Setelah sukses mengembangkan biodiesel, kini ada wacana program pengembangan Pertalite menjadi Pertamax Green 92.
Hal tersebut dilakukan dengan mencampur Pertalite dengan Ethanol 7 persen sehingga menjadi Pertamax Green 92.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, khusus pengembangan program Pertalite menjadi Pertamax Green 92 belum memungkinkan dapat terealisasi.
Baca juga: Soal Kabar Pertalite Akan Diganti Pertamax Green 92, Ahok Bilang Begini
Hal ini lantaran ketersediaan atau stok bioetanol di dalam negeri belum tercukupi. Diketahui, bahan baku bioetanol berasal dari tanaman tebu.
Saat ini sentra perkebunan tebu skala besar baru terdapat di Jawa Timur.
"Ya sementara kan etanolnya kita belum punya (stok belum tercukupi)," papar Arifin di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (1/9/2023).
"Kalau kita bisa produksi, kan sekarang kebun-kebun tebu di jawa timur mau diupayakan nih," sambungnya.
Arifin mendorong, adanya sentra perkebunan tebu berskala besar lainnya untuk dapat memasok bahan baku bioetanol. Wilayah Papua diharapkan dapat dikembangkan.
Penggunaan bioetanol sebagai bahan campuran BBM digadang-gadang dapat menurunkan impor BBM jenis bensin, menurunkan polutan emisi kendaraan, dan menciptakan potensi lapangan kerja di sektor pertanian dan produksi bioetanol.
Manfaat lain bioetanol juga adalah potensi pengurangan emisi gas rumah kaca hingga termasuk CO2, NOx dan Partikel PM2.5.
Serta meningkatkan bauran energi terbarukan Indonesia yang ditargetkan mencapai 23 persen pada tahun 2025.
Penurunan emisi dapat terjadi karena etanol sebagai gasohol memiliki nilai oktan sebesar (RON) 128, sehingga pencampuran dengan bensin akan meningkatkan kadar oktan dan kualitas pembakaran BBM.
Saat ini negara yang sukses mengembangkan bioetanol adalah Brazil.
"Yang dari Brazil kalau itu bisa kita lihat potensi pengembangannya di Papua. Karena dulu katanya bibit tebu asalnya dari Papua pindah ke Portugis baru ke Brazil. Nah sekarang balikin lagi ke habitatnya," papar Arifin.
"Setelah balik lagi bisa enggak kita optimalkan jadi etanol," pungkasnya.