Pemerintah Diminta Hentikan Program Gas Murah untuk Industri, Ini Penyebabnya
Pemerintah diminta menghentikan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
Kebijakan subsidi gas murah akan membuat penerimaan negara terus tergerus. Dalam RAPBN Tahun 2024, pemerintah memproyeksikan, pendapatan gas bumi dalam pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di akhir 2023 hanya sebesar Rp 27,25 triliun. Jumlah tersebut jauh di bawah realisasi pendapatan gas bumi di 2022 sebesar Rp 36,71 triliun.
Baca juga: Harga Gas Industri Berpotensi Naik pada Oktober 2023, Berikut Faktor Penyebabnya
Abdul Fickar menegaskan, selain tak memiliki dasar hukum anggaran, implementasi kebijakan HGBT telah berdampak negatif terhadap keuangan negara. Itu sebabnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) harus bergerak cepat.
Tugas kedua lembaga tersebut adalah mencegah kerugian negara dan menyelamatkan keuangan negara.
"Mestinya BPK memperhatikan hal ini. Kerugian dari implementasi HGBT tidak seharusnya ditanggung negara. Harus diselidiki apakah kebeperpihakan ini ada udang di balik batu. Pejabat publik pengambil keputusan wajib dicurigai," tandas Abdul.
Berdasarkan evaluasi Kementerian Keuangan, penerimaan pajak pada tujuh industri penerima harga gas bumi tertentu pada 2020 hingga 2022 memang cenderung meningkat. Namun,peningkatan tersebut bukan hanya dipengaruhi oleh program HGBT, tetapi juga karena volatilitas harga komoditas.
Dari aspek peningkatan lapangan kerja, program HGBT justru gagal. Pasalnya, penyerapan tenaga kerja pada tujuh industri penerima harga gas bumi tertentu selama 2020-2022 justru menurun.
Pada tahun 2020, penyerapan tenaga kerja tercatat sebesar 127.000 orang. Pada 2021 dan 2022, jumlah tenaga kerja yang terserap turun masing-masing menjadi 121.500 orang dan 109.200 orang.