Harga Minyak Mentah Naik, Rusia dan Saudi Arabia Tahan Produksi, Pemerintah Ubah Asumsi ICP di 2024
Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, harga minyak mentah dunia tak kunjung turun mencapai harga 90 dolar AS per barel
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, harga minyak mentah dunia tak kunjung turun mencapai harga 90 dolar Amerika Serikat (AS) per barel.
Menurut Sri Mulyani, kenaikan itu dipicu oleh Saudi Arabia dan Rusia yang menahan produksi hingga Desember 2023.
Dengan kondisi tersebut, pemerintah mengubah asumsi Indonesian Crude Price (ICP) dalam RAPBN pada 2024.
Baca juga: Harga Minyak Mentah di Asia Melonjak, Brent Dibanderol 88,72 Dolar AS Per Barel
Sri Mulyani mengatakan, asumsi dasar dibentuk berdasarkan penyesuaian dan perkembangan dari perekonomian. Di mana pada harga minyak di beberapa minggu terakhir mengalami pergerakan yang cukup cepat.
"Beberapa minggu terakhir harga minyak melonjak, naik diatas sekitar 90 dolar AS. Ini karena dari Saudi maupun Rusia memiliki komitmen untuk menahan atau mengurangi jumlah produksi," ujar Sri Mulyani dalam Rapat bersama Banggar DPR, Kamis (7/9/2023).
Baca juga: Harga Minyak Mentah Merosot 1,5 Persen Lebih di Tengah Kekhawatiran Melemahnya Ekonomi China
"Bahkan tadi pagi beritanya akan ditahan sampai Desember. Sehingga memasuki winter dengan jumlah produksi tertahan," imbuhnya.
Bendahara negara mengatakan, selain dua negara tersebut Amerika Serikat turut membatalkan eksplorasi minyak mentah yang berlokasi di Alaska.
"Ini tentu akan menimbulkan dinamika dari sisi supply side nya," jelasnya.
Perubahan asumsi ICP pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 juga mempertimbangkan prospek perekonomian global, terutama Amerika Serikat dan RRT.
Di sisi permintaan, Sri Mulyani bilang outlook perekonomian tahun 2024 dari Amerika Serikat dan RRT diprediksi bakal berdampak besar terhadap harga minyak mentah dunia.
"Dari satu sisi prospek perekonomian global terutama Amerika Serikat dan RRT tentu menjadi salah satu faktor," ungkap dia.
"Dua hal ini yang akan menunjukan bagaimana dinamika harga minyak akan ditentukan oleh demand dan supply maupun prospek dari ekonomi-ekomoni besar," sambungnya.
Sri Mulyani menerangkan, saat ini lifting minyak tercatat naik sebesar 635 ribu per barel. Dalam hal ini harga minyak melonjak mencapai 90 dolar AS per barel.
Dengan demikian jelas dia, untuk asumsi makro APBN 2024 pertumbuhan ekonomi dipatok sebesar 5,2 persen, inflasi tetap sebesar 2,8 persen. Kemudian suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun sebesar 6,7 persen, dan nilai tukar rupiah sebesar Rp 15.000.
"Yang berubah dalam hal ini, ICP naik 80 dolar AS per barel ke 82 dolar AS per barel," ujarnya.