Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertamina akan mengembangkan bisnis Carbon Capture Storage (CCS) dan Gas Alam Cair (LNG) secara terintegrasi untuk mengurangi emisi karbon.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, Pertamina akan mengubah tren investasi secara bertahap.

Perubahan itu dari bisnis minyak (fuel) kepada bisnis carbon capture dan solusi gas alam.

Baca juga: Indonesia Bisa Jadi Pelopor Penerapan Teknologi Penangkapan dan Penyimpanan Karbon

Pengembangan bisnis Pertamina ini, kata Nicke, sejalan dengan pencapaian target pemerintah mengurangi emisi karbon dan NZE 2060.

“Indonesia memiliki kapasitas penyimpanan CO2 sebanyak 400 gigaton. Jadi, kami dapat mengembangkan sebuah pusat Kawasan untuk CO2," kata Nicke dalam Bloomberg CEO Forum at ASEAN, dikutip dari keterangan tertulis pada Kamis (7/9/2023).

"Sangat penting bahwa mekanisme perdagangan karbon harus dibentuk agar CCUS menjadi lebih layak secara ekonomi,” lanjutnya.

Menurut dia, negara-negara di dunia menghadapi masalah serius yang sama terkait perubahan iklim dan tujuan bersama mencapai net zero emission.

Tujuan ini berarti bahwa semua negara dan perusahaan sedang berlomba menuju garis finish yang sama, yakni tercapainya net zero emission.

Nicke mengatakan, Pertamina telah menjalankan roadmap transisi energi yang tepat dengan menjaga keseimbangan antara keandalan dan keamanan energi nasional sekaligus mengatasi masalah iklim.

“Menyadari adanya kontribusi bisnis yang mewariskan emisi karbon, kami akan mengembangkan bisnis karbon negatif, termasuk carbon capture, utilization and storage (CCUS) serta solusi gas alam,” imbuh Nicke.

Baca juga: Butuh Dana 281 Miliar Dolar AS Kurangi Emisi Karbon, Sri Mulyani Berharap Terpenuhi Dari Swasta

Dalam perencanaan jangka panjang, ia berujar Pertamina akan mengalokasikan sebagian besar investasinya, sekitar 60 persen hingga 65% untuk pengembangan gas alam cair (LNG) di sektor hulu.

Selain itu, Pertamina juga mengalokasikan 15% dari CAPEX untuk mengembangkan bisnis nol karbon seperti panas bumi, energi surya, dan angin, yang sangat penting dalam mencapai target net-zero emission.

“Tujuan utama kami adalah mencapai keamanan dan kemandirian energi," kata Nicke.

"Penting untuk dicatat bahwa meskipun kami terus mengoperasikan aset minyak dan gas kami, namun kami melakukannya dengan lebih sadar terhadap lingkungan melalui operasional bisnis yang berkelanjutan,” sambungnya.

Pertamina telah memulai beberapa upaya dekarbonisasi untuk mengurangi emisi dari aset bisnis yang ada dan berhasil mengurangi emisi karbon sebesar 31%.

Hal itu menjadikan Pertamina menduduki peringkat kedua secara global dalam sub-sektor minyak dan gas terintegrasi dalam hal kinerja ESG.

“Kami menganggap ini sebagai awal yang baru dan tetap berkomitmen untuk inisiatif lebih lanjut,” ujar Nicke.

Nicke menambahkan, gas tetap menjadi bahan bakar transisi yang penting dengan kapasitas energi yang andal.

Oleh karena itu, ia mengatakan Pertamina berkomitmen untuk mengembangkan industri hulu gas, termasuk hidrogen biru, amonia biru, metanol, dan infrastruktur gas yang diperlukan di seluruh rantai nilai.