Pertalite Dikembangkan Jadi Pertamax Green 92, Pengamat: Belum Saatnya, Bahan Baku Etanol Tak Cukup
PT Pertamina (Persero) saat ini tengah mengkaji untuk meningkatkan kadar oktan BBM Subsidi RON 90 menjadi RON 92.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyebutkan, Indonesia dinilai belum siap mengimplementasikan kebijaka penggunaan etanol sebagai campuran BBM khususnya Pertalite, secara sepenuhnya.
Menurutnya, ketersediaan bahan baku etanol untuk campuran Pertalite dinilai masih belum mencukupi.
Seperti diberitakan sebelumnya, PT Pertamina (Persero) saat ini tengah mengkaji untuk meningkatkan kadar oktan BBM Subsidi RON 90 menjadi RON 92.
Baca juga: Wujudkan SDGs, Pertamina Lestarikan Pesut Mahakam Melalui Program Konservasi Endemik
Hal tersebut dilakukan dengan mencampur Pertalite dengan Ethanol 7 persen sehingga menjadi Pertamax Green 92.
Fahmy melanjutkan, jika Indonesia memaksakan kebijakan tersebut, maka diperlukan impor bahan baku etanol yang lebih banyak lagi.
Tentunya, hal tersebut makin membebani keuangan negara dalam hal ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Pencampuran etanol yang 7 persen, ketersediaan etanol di dalam negeri itu belum tercukupi. Maka akan impor lagi," papar Fahmy kepada Tribunnews, Minggu (10/9/2023).
"Padahal impor dari BBM Pertalite dan Pertamax dan seterusnya sudah besar. Ini devisa akan terkuras," sambungnya.
Fahmy juga mengungkapkan, Pertamax Green 92 dinilai masih kurang ramah terhadap lingkungan.
Bahkan, apabila aturan penggunaan BBM tersebut diimplementasikan, kontribusinya dinilai masih kurang dalam menekan kadar polusi di Ibu Kota.
"Dengan mengalihkan Pertalite ke Pertamax Green 92 itu menurut standard euro 4 masih sebagai energi bersih yang (dinilai) kotor," papar Fahmy.
Baca juga: Kementerian ESDM Persilakan Pertamina Kaji Penghapusan Pertalite
"Sehingga itu tak berkontribusi signifikan terhadap polusi udara di Jakarta. Jadi tidak efektif kalau itu dipaksakan," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif juga mengungkapkan, khusus pengembangan program Pertalite menjadi Pertamax Green 92 belum memungkinkan dapat terealisasi.