Harga Minyak Mentah Dunia Melonjak Jadi 92 Dolar Per Barel, Imbas Banjir di Libya
Harga minyak mentah di pasar dunia naik menjadi 92 dolar AS per barel pada Selasa (13/9/2023) karena pasar mengantisipasi dampak banjir Libya.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK – Harga minyak mentah di pasar dunia naik menjadi 92 dolar AS per barel pada Selasa (13/9/2023) karena pasar energi bersiap menghadapi gangguan pasokan akibat bencana banjir di Libya.
Minyak mentah Brent melonjak hampir 2 persen ke level tertinggi, menjadi 92,38 dolar AS per barel. Itu merupakan harga tertinggi sejak 17 November 2022.
Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS melonjak 2,3 persen menjadi 89,29 dolar AS per barel, yang juga merupakan kenaikan tertinggi sejak November tahun lalu.
Reli harga minyak terbaru diperkirakan akan terus mendorong kenaikan harga bagi konsumen dan menambah inflasi di seluruh perekonomian Amerika Serikat.
Para analis menyalahkan lonjakan harga minyak akibat banjir mematikan di Libya, yang untuk sementara waktu akan mengganggu ekspor minyak dari negara OPEC tersebut. Negara ini memproduksi sekitar 1 juta barel minyak per hari pada Agustus, menurut OPEC.
“Libya memiliki sejumlah pelabuhan yang tidak dapat melakukan ekspor,” kata Matt Smith, analis minyak utama untuk Amerika di Kpler.
“Ada satu hal lagi yang menambah sisi bullish dari minyak mentah,” sambungnya.
Baca juga: Harga Minyak Mentah di Asia Melonjak, Brent Dibanderol 88,72 Dolar AS Per Barel
Banjir di Libya terjadi hanya sepekan setelah Rusia dan Arab Saudi membuat harga minyak naik dengan mengumumkan rencana untuk memperpanjang pengurangan pasokan secara agresif.
Badan Informasi Energi AS memperkirakan harga bensin eceran rata-rata akan mencapai 3,69 dolar AS per galon selama kuartal IV (Oktober-Desember) tahun ini, naik dari yang semula 3,57 dolar AS.
Baca juga: Harga Minyak Mentah Naik, Rusia dan Saudi Arabia Tahan Produksi, Pemerintah Ubah Asumsi ICP di 2024
Jika perkiraan ini benar, harga energi akan terus mempersulit upaya bank sentral AS untuk mengendalikan inflasi.
“Hal ini akan menyalakan kembali kekhawatiran inflasi,” kata Smith.
“Sulit untuk memahami bagaimana hal ini akan berakhir ketika ada kekuatan besar seperti Arab Saudi yang melakukan intervensi di pasar untuk menopang harga,” pungkasnya.