Erick Thohir Akan Evaluasi dan Tutup Anak-Cucu BUMN, Jumlahnya Ada Ratusan
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir akan merampingkan alias menutup anak-cucu BUMN yang jumlahnya ada ratusan.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir akan merampingkan alias menutup anak-cucu BUMN yang jumlahnya ada ratusan.
Erick bersama tim akan mengevaluasi sejumlah anak-cucu BUMN yang kiranya tak produktif, dan malah justru menjadi beban bagi induk perusahaan.
"Kita komitmen untuk menutup anak cucu BUMN, yang tidak memang diperlukan jumlahnya 173 ini harus kita reviu lagi," ucap Erick saat melakukan rapat kerja bersama Komisi VI DPR-RI di Jakarta, Kamis (14/9/2023).
Baca juga: Jasa Raharja Bersama Fordigi BUMN Ajak Ribuan Mahasiswa Bali Tingkatkan Kemampuan Digital
"Kalau kita bisa menutup lagi anak cucu yang memang yang kita sepakati. Jangan justru jadi gantolan (beban) perusahaan holding yang sehat," sambungnya.
Semenjak ditunjuk menjadi Menteri BUMN, Erick telah melakukan upaya perampingan jumlah perusahaan-perusahaan merah.
Salah satu skema yang dilakukan adalah merger atau penggabungan antar 2 entitas yang memiliki core bisnis yang sama.
Tak hanya itu, Erick pun telah menutup sejumlah BUMN yang sudah tak lagi memberikan profit untuk negara. Seperti PT Iglas hingga Istaka Karya.
"Kalau memang diperlukan (anak usahanya profit) ya oke, tapi kalau tidak (profit) ya kita terus kurangi," pungkasnya.
Tanggapan Erick Thohir merupakan respon dari sorotan salah satu Anggota Komisi VI DPR-RI, Herman Khaeron.
Ia mendorong, agar Kementerian BUMN untuk melakukan evaluasi terhadap banyaknya anak-cucu perusahaan-perusahaan pelat merah.
Baca juga: Legislator PAN Dorong Pembentukan Panja BUMN Karya
Di mana, tak semuanya memiliki kontribusi positif kepada induk.
"Terkait anak dan cucu perusahaan, saya setuju ini dievaluasi. Saya dulu sering mengkritik kenapa BUMN kalau sudah besar kemudian membuat anak cucu dan lain sebagainya" ujar Herman.
"Apa sih motifnya? Apakah memang supaya tidak bisa diawasi oleh DPR? DPR ini mengawasi sampai kepada holding atau induknya," pungkasnya.