Tolak TikTok Shop, Menteri Teten: Jangan Anggap Saya Anti Modal Asing
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menjelaskan maksud di balik penolakannya terhadap TikTok Shop.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menjelaskan maksud di balik penolakannya terhadap TikTok Shop.
Ia menegaskan bahwa ia bukan anti investasi asing di dalam ekonomi digital.
Namun, ia hanya ingin melindungi pelaku UMKM Tanah Air di ekosistem digital dari barang jadi impor yang dijual kelewat murah di berbagai platform.
Baca juga: Mengenal TikTok Shop, Platform Social E-Commerce yang Tengah Jadi Sorotan Pedagang Pasar Tradisional
Teten pun mencontohkan ada sabun pencuci muka impor yang dijual seharga Rp2 ribu di e-commerce.
Kemudian, ia juga mengaku sudah dihubungi oleh para produsen konveksi di Bandung yang tak beroperasi lagi karena produknya tak bisa bersaing dengan produk impor murah yang berseliweran.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu pun menekankan, tak ingin transformasi digital malah membunuh ekonomi yang lama, tapi harus melahirkan ekonomi baru.
"Sehingga kue ekonomi nasional semakin besar, kesejahteraan masyarakat semakin baik. Jadi sekali lagi jangan saya dianggap anti modal asing," kata Teten dalam sambutannya di acara UMKM Digital Summit 2023 di Jakarta, Kamis (21/9/2023).
Lalu, ia juga merespons adanya desakan agar menutup TikTok Shop. Teten mengatakan itu bukan kewenangannya.
"Kewenangannya ada di Menkominfo, ada di Kementerian Perdagangan, ada di Kementerian Investasi," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki keberatan jika platform media sosial TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan di Indonesia.
Ia mengatakan, TikTok boleh saja berjualan, tetapi tidak boleh disatukan dengan media sosial.
Dari hasil riset dan survei yang dia sebutkan, orang yang berbelanja di TikTok Shop telah dinavigasi dan dipengaruhi oleh perbincangan di media sosial TikTok.
Baca juga: Biaya Buka Usaha Franchise Momoyo Ice Cream Saingannya Mixue, Ternyata Cuma Butuh Modal Segini
"Belum lagi sistem pembayaran, logistiknya mereka pegang semua. Ini namanya monopoli," kata Teten dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (6/9/2023).
Ia mengatakan, penolakan serupa telah dilakukan Amerika Serikat dan India.
"India dan Amerika Serikat berani menolak dan melarang TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan," ujar Teten.
"Sementara, di Indonesia TikTok bisa menjalankan bisnis keduanya secara bersamaan," lanjutnya.
Selain itu, Teten juga mengatakan pemerintah perlu mengatur tentang cross border commerce.
Hal itu bertujuan agar UMKM dalam negeri bisa bersaing di pasar digital Indonesia.
Dalam cross border commerce, ritel dari luar negeri bisa menjual produknya langsung ke konsumen.
Teten tak ingin itu terjadi lagi. Jadi, produk dari ritel luar negeri harus masuk lewat mekanisme impor biasa terlebih dahulu.
Setelah itu, barangnya baru boleh dijual di pasar digital Indonesia.
"Kalau mereka langsung menjual produknya ke konsumen, UMKM Indonesia pasti tidak bisa bersaing karena UMKM kita harus mengurus izin edar, SNI, sertifikasi halal, dan lain sebagainya," kata Teten.
Pemerintah juga disebut perlu melarang platform digital untuk menjual produk sendiri atau produk yang berasal dari afiliasinya.
Dengan begitu, pemilik platform digital tidak akan mempermainkan algoritma yang dimilikinya untuk menghadirkan praktik bisnis yang adil.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu mengatakan, pemerintah juga harus melarang aktivitas impor untuk produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri.
Pemerintah, kata Teten, juga perlu mengatur tentang harga barang yang bisa diimpor ke Indonesia.
Ia mengatakan, hanya barang yang harganya berada di atas 100 dolar AS yang nantinya diperkenankan masuk ke Indonesia.
“Pemerintah juga perlu melarang barang yang belum diproduksi di dalam negeri meski harganya berada di bawah 100 dolar AS. Tujuannya adalah agar barang-barang tersebut bisa diproduksi oleh UMKM tanah air,” ujar Teten.