Soal Larangan Jualan di TikTok, Jokowi Akui Regulasi Selalu Kalah dengan Teknologi
Jokowi mengakui bahwa pembuatan regulasi selalu terlambat dengan pesatnya perkembangan teknologi. Hal ini berkaca dari fenomena TikTok Shop.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait dampak dari media sosial seperti TikTok yang merangkap sebagai e-commerce.
Jokowi mengatakan pembuat regulasi selalu kalah cepat dengan pesatnya perkembangan teknologi.
Dia pun menyebut pesatnya teknologi ini turut dibahas ketika digelarnya G20 di India.
"Karena memang dunia digital ini tidak bisa kita hentikan, tidak bisa kita suruh stop, kayak AI sekarang ini. Kemarin waktu terakhir G20 di India, urusan AI, ini enam negara berbicara secara khusus mengenai ini."
"Negara besar lagi. AI ini. Negara-negara besar lagi. Dan saya menangkap ada ketakutan-ketakutan yang amat sangat mengenai artificial intelligence," ujarnya saat membuka Kongres XXV Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Istana Negara, Jakarta pada Senin (25/9/2023) dikutip dari YouTube Kompas TV.
Baca juga: Rentetan Polemik TikTok Hingga Resmi Dilarang Jualan, Pedagang Teriak Rugi dan Sempat Dibela Menteri
Sehingga, Jokowi pun mengakui regulasi untuk mengantisipasi pesatnya kemajuan teknologi selalu terlambat khususnya dalam memayungi industri kreatif dan UMKM Indonesia dari terpaan sosial media merangkap menjadi e-commerce seperti TikTok.
"Dan regulasinya selalu terlambat, peraturannya selalu terlambat sehingga selalu terlambat sehingga selalu didahului oleh hal-hal yang baru. Kita belajar yang satu belum selesai sudah muncul generative artificial intelligence."
"Ini barang apa lagi yang satu belum kita pelajari. AI sekarang ini," kata Jokowi.
Jokowi pun berharap regulasi terkait transformasi digital dapat dibuat lebih holistik demi perlindungan industri kreatif dan UMKM.
"Kita belajar yang satu belum selesai sudah muncul generatif artificial intelligence. Ini barang apa lagi yang satu belum kita pelajari, AI sekarang ini. Saya kira bapak ibu tahu, naskah, script, narasi bisa pakai AI, bahkan membawakan berita bisa pakai AI, bisa."
"Oleh sebab itu payung besar regulasi tentang transformasi digital memang harus dibuat dengan lebih holistik payungnya, industri kreatif harus dipayungi. UMKM kita harus dipayungi dari terjangan dunia digital ini," jelasnya.
Baca juga: Pemerintah Bakal Tutup TikTok Jika Tetap Nekad Jualan
Jokowi pun berharap perkembangan teknologi ini bukannya membunuh ekonomi yang sudah ada tetapi menciptakan potensi ekonomi baru.
"Sekali lagi payung besar regulasi tentang transformasi digital ini memang harus dibuat dengan lebih holistik dan ini sedang dikerjakan pemerintah agar perkembangan teknologi bisa yang kita harapkan dan diharapkan oleh masyarakat mestinya perkembangan teknologi itu bisa menciptakan potensi ekonomi baru."
"Bukan membunuh ekonomi yang sudah ada. Bukan menggerus ekonomi yang sudah ada," pungkasnya.
Pemerintah Larang TikTok Digunakan untuk Berjualan
Terpisah, pemerintah telah melarang TikTok Shop untuk digunakan sebagai perniagaan atau social commerce.
Keputusan ini diketok lewat rapat terbatas (ratas) di Istana Kepresidenan, Jakarta pada Senin (25/9/2023) yang dipimpin langsung oleh Jokowi.
Keberadaan Tiktok Shop tersebut ditengarai menjadi penyebab pasar konvensional sepi sehingga berdampak pada UMKM.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pemerintah akan menerbitkan aturan soal e-commerce melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan(Permendag) Nomor 50 Tahun 2020.
Baca juga: Sepakat dengan Menkominfo Budi Arie, ADKI Minta TikTok Edukasi UMKM Sampai ke Desa
Aturan tersebut terkait dengan perdagangan elektronik dan akan diteken pada Senin (25/9/2023) ini juga.
"Pengaturan perdagangan elektronik, khususnya tadi kita membahas social e-commerce. Sudah disepakati, pulang ini revisi Permendang 50 Tahun 2020 akan kita tandatangani. Ini sudah dibahas berbulan-bulan dengan pak presiden," kata Zulkifli usai rapat.
Dalam revisi Permendag nantin sosial media seperti TikTok dilarang melakukan perniagaan atau transaksi jual beli barang.
Nantinya media sosial hanya diperbolehkan melakukan promosi barang atau jasa, seperti iklan di televisi.
"Tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung, enggak boleh lagi," katanya.
"Dia (social commerce) hanya boleh untuk promosi seperti televisi. TV kan iklan boleh, tapi TV kan enggak bisa terima uang kan. Jadi dia semacam platform digital. Jadi tugasnya mempromosikan," tutur Zulkifli.
Zulkifli mengatakan sosial media dan e-commerce harus dipisahkan.
Hal itu untuk untuk mencegah penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis.
"Tidak ada sosial media dan ini enggak ada kaitannya. Jadi dia harus dipisah. Sehingga algoritmanya itu tidak semua dikuasai. Dan ini mencegah penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Taufik Ismail)
Artikel lain terkait Polemik TikTok Shop