Aturan Platform Digital Lemah, UMKM Produk Lokal Terpukul Barang Asal Tiongkok
Platform besar yang cenderung dominan harus diatur agar tidak terjadi monopoli market.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banjirnya produk murah asal Tiongkok di pasar Indonesia membuat Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang berproduksi secara lokal kian terpukul.
Fenomena ini diperparah dengan adanya impor retail yang dilakukan melalui platform social commerce dan belum adanya pembatasan, sebab belum adanya aturan.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, mengatakan kejadian tersebut diakibatkan oleh lemahnya pengaturan platform digital di dalam negeri.
Baca juga: Mendag Zulhas Akan Cabut Izin TikTok Jika Tetap Jalankan Platform Social Commerce di Indonesia
"Kita sudah lihat bahwa pengaturan platform digital di e-commerce itu saat ini masih sangat lemah, termasuk juga pengaturan arus barang masuk, produk impor dari luar, kita masih sangat lemah. Sehingga market kita hari ini didominasi oleh produk dari Tiongkok yang dijual sangat murah dan kemudian memukul produk dalam negeri. Bukan hanya UMKM, termasuk juga produsen, baik di pasar online maupun di offline," tutur Teten saat di Gedung Kompas, Jakarta, Rabu (27/9/2023).
Selain itu, adanya platform besar yang cenderung dominan harus diatur agar tidak terjadi monopoli market.
"Kami melihat ini juga akibat dari ada platform yang cenderung dominan, besar, menguasai market ini, sehingga dampaknya memang besar. Karena itu, platformnya kita atur, jangan sampai ada platform yang bisa memonopoli, mendominasi market," ucapnya.
Pemerintah akhirnya berencana merevisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Teten menyebut, ada empat poin yang akan menjadi fokus utama dalam revisi Permendag No 50 Tahun 2020. Pertama, pembatasan e-commerce tidak boleh menyatu dengan media sosial dalam satu platform.
"Kedua, kita mengatur mengenai platform tidak boleh menjual produknya sendiri, kecuali produk UMKM yang diagregasi dan dicantumkan brand dan pemiliknya," jelas Menkop UKM.
Ketiga, pemerintah juga akan membatasi arus barang impor yang masuk lewat eksportir online.
"Itu harus mematuhi dengan aturannya sendiri. Jadi dulu kan boleh impor masuk yang retail online, dari luar langsung ke konsumen. Sekarang harus dulu mengurus perizinan, standarisasi dalam negeri, termasuk dari asal barang itu juga harus sudah punya sertifikasi SNI. Ini untuk melindungi konsumen," ungkap Teten.
Poin ketiga ini dilakukan agar tidak ada lagi predator pricing yang menjual barang sangat murah, sekaligus upaya pemerintah melindungi produk-produk UMKM lokal.
Keempat, transaksi impor minimal 100 dolar AS per-unit untuk sekali transaksi langsung.
Dari turunan Permendag yang direvisi tersebut, nantinya akan diatur kembali oleh Kementerian BKPM dan Investasi, menyangkut investasi.
Kemudian di Kementerian Komunikasi dan Informatika harus ada aturan yang menutup celah perizinan antara social media dan e-commerce dalam satu platform.
"Lalu aturan arus barang ada di Kementerian Keuangan dan Bea Cukai. Ini banyak turunannya, sehingga harus segera diatur semakin ketat," imbuhnya.