Akademisi Nilai Produktivitas Sawit Nasional Bakal Tertekan Seiring Ketidakpastian Regulasi
Pemerintah juga perlu melakukan perbaikan data spasial (peta-peta) dan data tekstual yang terkait aspek legalitas agar masyarakat tentram.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Produktivitas industri kelapa sawit nasional terancam seiring adanya ketidaksinkronan regulasi pemerintah yang menciptakan ketidakpastian baru bagi pelaku usaha.
Pemicunya adalah adanya perbedaan ketentuan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengenai hak guna usaha (HGU), sehingga menghambat produksi kelapa sawit nasional.
Kepala Pusat Studi Sawit IPB Budi Mulyanto mengatakan, memperoleh HGU adalah proses yang tidak mudah karena harus memenuhi rangkaian verifikasi legalitas yang jelas sebagaimana aturan turunan UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria.
Baca juga: BPDPKS-Aspekpir Kolaborasi Kembangkan UKMK Berbasis Sawit di Sultra
Menurutnya, tanah yang diberi HGU adalah tanah yang telah bebas dari status kawasan hutan, konflik perizinan, garapan masyarakat, kayu/hasil hutan, peta moratorium izin, inti-plasma.
"Jadi kalau HGU telah diterbitkan selayaknya hukum negara melindungi dan jangan diganggu-ganggu lagi. Jangan pula dimasukkan ke dalam Status Kawasan Hutan," kata Budi saat dihubungi, Jumat (29/9/2023).
Budi menambahkan, jika hak atas tanah yang telah terbit sah berdasarkan hukum negara kemudian dimasukkan ke dalam kawasan hutan, maka dapat menimbulkan berbagai persoalan yang ujungnya akan terjadi sengketa-konflik agraria dan akan mengganggu iklim berusaha.
Apalagi ,industri kelapa sawit berkontribusi nyata dalam penyediaan lapangan kerja dan pengembangan ekonomi lokal, regional, nasional, maupun global.
"Yang harus dilakukan pemerintah adalah semua hak atas tanah (HGU, HGB, HM) termasuk yang digunakan sebagai perkebunan sawit tidak disangkut-pautkan dengan kawasan hutan," jelasnya.
Dia menambahkan, pemerintah juga perlu melakukan perbaikan data spasial (peta-peta) dan data tekstual yang terkait aspek legalitas agar masyarakat tentram, iklim berusaha menjadi lebih jelas, lapangan kerja terus dapat dikembangkan.
"Jika upaya upaya di atas tidak dilakukan bukan saja produktivitas sawit yang terganggu, tapi juga penciptaan lapangan kerja terganggu," ujar Budi.